Showing posts with label Nyampah. Show all posts
Showing posts with label Nyampah. Show all posts

Monday, September 30, 2013

Feelin Good, Nina?

Hello Nina,

Kemaren nama lo sempet kesebut-sebut sama gue. Soalnya ada yang nanya ke gue, bagusan mana elo atau Ella Fitzgerald atau Billie Holiday. Spontan aja gue sebut nama lo, walau diantara kalian bertiga gue juga ga begitu kenal-kenal amat sama kalian. Tapi suatu waktu gue pernah denger lo nyanyiin lagu ini, dan gue serasa James Bond. Nama lo langsung kepatri banget, walaupun gue bukan tipe orang yang cepet dan gampang ngafalin judul lagu. Makanya waktu pas dia nanya, “lagu Nina Simone yang mana?” gue langsung jawab gue lupa. Haha.

Sekarang gue ga tau lo lagi ngapain di alam barzah, sembari nunggu Allah nyelesaiin kiamat. Mungkin lo lagi nyanyi Feeling Good di depan malaikat Rakib sama Atid atau lo lagi duduk termangu bengong bosen nungguin kiamat yang gatau kapan bakal terjadi. Sabar aja deh ya. Tapi kalo misalnya lo ada waktu senggang di waktu penantian lo ini dan ada waktu ngintip orang internetan, coba deh search tumblr gue dan baca tulisan ini. Karena mulai pagi ini gue ngefans sama suara “kelam” lu, dan ga bakal ngelupain lagu lu yang ini untuk yang kedua kalinya. Hehe.

Yaudahsip. Ngopi-ngopi dulu gih sana lu.

*Cheers!*.

Link Lagu: (Di klik aja sini, ini bukan virus kok sumpah deh, beneran. Ini link ke tumblr guaa.. disini gabisa posting lagu soalnya..)

Monday, September 9, 2013

Because Every Girl Deserves Flowers

Gue adalah tipe lelaki yang sebenernya ga pernah suka bunga dan ga pernah bisa memahami orang yang suka dengan bunga. Bagi gue, mendingan lo piara binatang yang jelas bisa diajak interaksi, sementara bunga? Ga bisa diajak interaksi sama sekali. Waktu itu wisuda, gue ga pernah minta dikasih bunga karena kesian. Tapi beberapa orang ngasih gue bunga, umumnya mawar merah. Mereka dipetik untuk dijadikan simbol selebrasi lalu dikasih ke gue yang ga suka bunga. Meeen, mending sekalian kasih kado apa gitu yang bisa long lasting ketimbang bunga gitu yang 2-3 hari bakalan mati kering.
Kemaren, waktu wisudaan ada yang minta dibawain bunga. Tadinya gue udah mau bikinin bunga dari kardus dan dikasih buat hadiah wisuda biar bisa disimpen lama. Tapi setelah itu gue berpikiran kalo ga setiap orang bisa punya pemahaman yang sama kaya gue. Well, lagi-lagi gue harus menyesuaikan dengan pemahaman mereka. Gue mencoba untuk memahami bahwa bunga punya efek yang luar biasa walaupun ga bisa disimpen selama-lamanya. Biar waktu hidupnya singkat, tapi efeknya luar biasa melekat. Because every girl deserves flowers, maka dari itu gue kasih dia bunga yang diinginkan.

Setelah itu, gue ngerasa bahwa ngasih bunga bisa bikin perempuan senang. Maka dari itu, tiap weekend dari sebulan yang lalu, kalo sempet, gue ngasih bunga yang gue suka ini. 
 Ini bunga Casablanca Lily/Lily White, spesial buat perempuan yang gue sayangin: Nyokap.

*Cheers!*
Link Foto: http://nihaqusyuhamus.tumblr.com/image/60743699038

Saturday, August 24, 2013

#Catet1

"Setiap orang berhak atas pendapatnya sendiri."

Kemaren si Fulan ngerasa dia cantik boy.
Yaudah sih. Itu kan pendapatnya. Haknya dia. Kita hargailah. Dengan begitu, dia juga bisa menghargai pendapat kita yang sebaliknya. Kan sama-sama berhak kan atas pendapat kita sendiri coy.

Friday, August 23, 2013

Gun.Gul.Records

Alkisah terdapatlah seorang penyanyi yang diberkati Tuhan dengan suaranya yang aduhai begitu merdu. Penyanyi itu dilahirkan dengan jenis kelamin perempuan, bahkan status kepenyanyiannya telah diketahui lebih dulu oleh dokter ketimbang jenis kelaminnya. Karena pada saat keluar dari lubang vagina ibunya, si bayi mungil ini langsung berteriak dengan keras: Weeeeeee are the champions, ma freen~

Dokter yang terkejut ketika itu tidak memberitahukan kasus ini pada siapapun. Pertama karena para perawat sedang mempersiapkan inkubator untuk si bayi kecil ini. Kedua karena ibu si bayi langsung pingsan setelah berhasil melahirkan bayi ini. Ketiga karena bapak si bayi tidak berani masuk ruang persalinan karena trauma dengan darah. Dokter lalu menggendong bayi perempuan ini yang masih melanjutkan lagu dari Queen tersebut. Hal ini menurutnya tidak boleh diberitakan pada siapapun karena ini adalah keajaiban dan mukjizat yang tidak pernah terjadi lagi setelah kasus Nabi Isa yang bisa langsung ngobrol pas bayi.

Tapi berhubung gue yang nulis cerita, jadi yang tau kisah ini selain dokter itu ya gua. Mau apa lo?

***

Tujuh belas tahun kemudian, bayi ini telah tumbuh ranum menjadi mangga yang siap petik. Wangi gadis ini setelah mandi sudah bukan wangi Zwitsal atau Kodomo lagi, namun sudah berganti jadi wangi Pucelle dan Rexona Roll-On. Biasalah, gadis dalam masa pertumbuhan begitu memang menyimpan aroma singit yang harus ditutupi dengan berbagai macam wewangian.

Suara si gadis pun juga makin syahdu aduhai. Vibrasinya makin mantap dan lengkingan suaranya juga sangat luar biasa. Padahal musik yang dimainkannya sejenis musik keroncong dan campursari. Musik yang dengan improvisasi yang jarang dari para penyanyinya. Karena vibrasi dan lengkingan suaranya yang membahana, maka terciptalah sebuah sub-genre baru yang dinamakan Keroncurok. Keroncong campur Rock. Begitulah, akhirnya genre ini dikenal luas karena VCD bajakannya yang menayangkan grup musik si gadis ketika konser live di berbagai acara sunatan tersebar luas dimana-mana.

***

Selama dua tahun konsisten mengarungi jalan kemahsyurannya sendiri dengen genre Keroncuroknya, si gadis mulai dikenal luas oleh masyarakat. Regi Travolta menjadi nama panggung yang setiap dikumandangkan oleh MC, beberapa lelaki langsung melampiaskan syahwatnya dengan sholat berjamaah.

Ternyata, pemain bass dari grup Keroncurok yang bernama Orsun (Orkes Sunatan) Sumenep Berjaya itu menyimpan hati juga pada Regi Travolta. Lelaki kurus kumel dengan rambut gondrong perawakan khas orang Jawa itu bernama Margi. Nama yang cukup keren kedengerannya. Padahal orangtua Margi dulu nulis di akta kelahiran dengan nama Margiyono yang tak terpisah. Namun karena tuntutan zaman, Margi merasa malu kalau tetep membawa Yono di namanya. Akhirnya setelah berijtihad, Margi memerdekakan diri dari Yono. Nama Yono ini lalu diambil oleh Siti Habibah dari Pacitan untuk menambahi nama untuk anaknya yang sering sakit ingus kronis. Nama anak itu sebelum ditambahi Yono adalah Susilo Bambang Yudho.

Oke. Balik ke cerita Margi dan Regi. Margi ternyata selama ini memendam rasa kepada Regi, tapi rasa itu tak pernah ia utarakan langsung pada Regi. Ia hanya cari-cari perhatian aja selama ini supaya Regi melihatnya, dengan cara memvariasikan permainan bas yang ia mainkan dengan lagu yang sedang ia iringi. Contoh paling terakhir adalah ia sukses membuat Regi melihatnya ketika Regi sedang membawakan lagu klasik Final Countdown dari Europe, tiba-tiba Margi memvariasikannya dengan petikan bass lagu Lima Perkara dari Raihan.

***

Orangtua Regi adalah orangtua biasa saja. Bapaknya adalah akademisi, lulusan S3 Universitas di Cambridge. Namun setelah balik ke Indonesia bapaknya malah jadi tukang pukul karena jadi akademisi di sini kurang begitu dihargai. Atau harga seorang akademisi jauh lebih murah ketimbang jadi tukang pukul. Ibunya adalah ibu rumah tangga. Maksudnya, Ibu yang menjual seluruh rumah bertangga yang ada di perusahaan properti Agung Sedayu dan Podomoro Group.

Regi sudah kebelet pengen kawin. Masalahnya adalah ia terlalu sering kawin. Makanya ia bingung menentukan pilihannya, mau kawin sama siapa. Si X begini. Si Y begitu. Si Z kurang ini. Si W lebih disitu. Semua penuh pertimbangan. Maklumlah Regi selain anak satu-satunya sehingga berstatus dilindungi juga seorang perempuan yang punya banyak lelaki di setiap Kota. Nah! Hal yang pertama itu diketahui semua orang, sedang yang terakhir hanya Regi sendiri yang mengetahui. Sesungguhnya ia berperilaku demikian karena dulu waktu SMP menjadi bahan olok-olok perempuan-perempuan lainnya karena gayanya yang cupu waktu sekolah. Iya, dulu seragamnya dia masukin, roknya dia naikkin seperut. Terus roknya dibikin ngatung tiga perempat, dan dia pake kaos kaki panjang putih. Sementara tren perempuan-perempuan SMP gaul pada saat itu adalah yang berjilbab panjang dan roknya juga panjang. Yah, kalah suaralah intinya. Sehingga, cowok-cowok di sekolah ikut-ikutan menjauhi Regi. Makanya sekarang ia nekat jadi perempuan yang liar dan nakal supaya gaul dan bisa ngecengin balik temen-temen SMPnya yang kebanyakan udah pada nikah karena hamil duluan.

Tapi berhubung gue yang nulis cerita, jadi yang tau kisah ini selain Regi itu ya gua juga. Mau apa lo?

***

Guna mencari lelaki yang tepat, Regi mengadakan sayembara. Barangsiapa yang bisa menarik perhatiannya akan dia jadikan suami dan ayah dari anak-anaknya nanti. Pengumuman disebar ke seluruh negeri lewat media Youtube. Total pengunjung sudah melebihi 7 juta akun. Namun yang datang ke tempat yang sudah ditentukan Regi hanya 10 orang. Naas. Tapi Regi tetap mensyukurinya. Dari kesepuluh orang itu, Margi jadi salah satu yang ikut jadi kontestan. Regi kaget. Baru kali ini Margi memberanikan diri untuk dilihat Regi selain salah-salah variasi main bass-nya.

Oke kesepuluh orang itu mulai menunjukkan kemampuannya masing-masing. Satu persatu mereka maju, setelah mengisi formulir daftar ulang peserta sayembara ini. Orang pertama, mirip Agung Hercules. Ia membawa barbel kemana-mana. Kemampuannya hanyalah membentuk otot semata. Ketika ia ditanya oleh Regi dengan pertanyaan "hasil dari satu tambah satu sama dengan?", orang pertama tidak mampu menjawab. Akhirnya orang pertama gagal melanjutkan ke fase berikutnya. Orang kedua lalu maju. Ia mirip Indra L. Bruggman. Putih, tinggi, besar, bergigi gingsul yang menarik perhatian. Namun ketika ia ditanya oleh Regi apa motivasinya mengikuti sayembara ini, si orang kedua menjawab bahwa ia janjian mau ketemu orang ketiga yang mirip sama Bertrand Antolin. Akhirnya, orang kedua dan orang ketiga bertemu. Mereka berciuman di depan umum. Mereka pun masa bodoh gagal melanjutkan ke fase berikutnya.

Orang keempat lalu maju, ia mirip Jaja Miharja. Matanya bisa tertutup sebelah sementara sebelahnya lagi tetap membuka sempurna. Keahliannya hanya itu. Regi tidak tertarik pada kemampuan orang keempat, maka dari itu orang keempat pun gagal melanjutkan ke fase berikutnya. Sampai orang kesembilan, Regi tidak menemukan orang yang mampu menarik perhatiannya hingga kesempatan terakhir yang akan diberikan untuk orang kesepuluh: Margi.

Si pemain bass ini lalu maju kedepan. Herannya, ia tidak membawa bassnya yang selama ini mampu membuat banyak perempuan becek kala melihatnya membetot-betot senar bas yang tebel-tebel itu. Ia lalu melihat Regi dalam-dalam. Lalu Margi berbicara pada Regi,

"Aku ga bakal mainin bass, karena kamu udah tau semua rahasia permainan bass-ku. Aku kesini cuma bawa BPKB mobil BMW merah tuh yang ku parkir di depan itu lengkap sama STNKnya atas nama kamu. Abis itu, aku bawa sertifikat tanahku yang aku punya di Lapangan Banteng. Sama satu lagi, aku punya label rekaman Gun-Gul Records. Gundah Gulana Records. Label rekaman yang sengaja aku bikin karena aku galauin kamu. Nah, kalo kamu ga terima pinangan ini, mungkin itu label rekaman bakal aku bakar seisi-isinya. Bodo amatlah kalo ternyata di dalemnya ada orang yang lagi rekaman juga.. Jadi gimana?"

Mendengar ucapan Margi, Regi langsung loncat bahagia. Ia berlari menghampiri Margi dan memeluknya. Akhirnya Regi menetapkan pilihannya. Ia telah memilih Margi sebagai suaminya. Seluruh warga RT dan RW yang mendatangi acara sayembara itu langsung bersorak gembira. Pak RT selaku wali dan ketua panitia sayembara akhirnya meresmikan pilihan itu dan mengumumkan hari bahagia yang akan dilaksanakan selanjutnya yaitu hari pernikahan antara Regi dan Margi. Ayah Regi juga tersenyum simpul. Ia tidak bisa menjadi ketua panitia karena ia satu-satunya tukang pukul di wilayah itu, hingga ia harus menjaga keamanan acara anaknya di baris paling depan.

***

Hari pernikahan pun tiba. Semua gembira dan Regi serta Margi hidup bahagia selama-lamanya.

***

Sayangnya ini cuma cerita.
Adios.

Monday, August 19, 2013

Gengsi Gengsi Gengsi Bilang Rindu

"Bilang aja sih 'Wey, gue kangen sama lo!'. Gitu aja repot. Kalo lo gengsi terus kaya begini, nahan-nahanin bilang kangen gitu kan nanti bisa-bisa keluar tai yang ngebatu dari mulut lo. Uft. Jangan begitu mulu dong. Eh, tapi mending begitu sih, daripada keluar naga berduri. *Apaansih*

Yaudah, kalo kangen bilang aja. Gausah gengsi! Jangan ngebohongin perasaan!"




*daaaaan... gue tutup pintu lemari gue yang ada kacanya*

Friday, August 16, 2013

Jalan-Jalan Random Part II: MPR-DPR

Hahaha, ini jalan random gue yang kedua setelah ke Pulau Seribu. Gue mengunjungi gedung tempat mahasiswa biasa berdemo meneriakkan keinginan perubahan-perubahan agar didengar oleh wakil rakyatnya. Yap. Ini gedung perwakilan rakyat kita atau biasa kita denger dengan sebutan gedung MPR-DPR.

Gue masuk ke DPR-MPR dengan penjagaan yang ketat, mengingat pada hari itu lagi ada acara gladi kotor kedatangan presiden RI untuk memberikan laporan pertanggungjawabannya. Pasukan Pengaman Presiden ada dimana-mana. Sementara tujuan gue disana sebenernya cuma pengen foto-foto. Hahaha.

Gue sempet didatengin satu pengawal presiden dan minta gue untuk ga naik ke tangga gedung memek. Dia juga minta supaya gue cepat bergegas karena acara gladi kotornya akan dimulai dan tidak untuk umum. Yaudah akhirnya gue cuma foto seadanya. Gue cuma fotoin taneman yang ditanem di halaman deket kolam karena itu taneman oke banget. Hahaha. Warnanya merah sama putih, emm.. broken white sih. Tapi yaudahlah. Siapa peduli. Itu tanemannya juga ga protes itu putih apa broken white. Haha.

Bless the day, yang waktu itu lagi cerah banget!





*Merdeka!*

Merawat Kemerdekaan

Besok hari lahir negeri ini, Indonesia. Udah 68 tahun, kalo itu dikonversi jadi umur manusia modern, tentu itu umur yang cukup renta. Tapi kalo dikonversi jadi umur manusia jaman nabi, mungkin usia 68 tahun masih usia balita. Usia yang belom ada apa-apanya. Mungkin bisa jadi umur negeri ini mengacu pada umur manusia jaman dulu. Usia 68 tahun bukan umur yang ada apa-apanya. Masih jauh perjalanan kita untuk bisa jadi negara yang bijak dan negara yang maju. Perjalanan itu, memang banyak kerikil yang sangat tajam. Kerikil yang berasal dari luar negeri ini maupun kerikil yang berasal dari dalam negeri ini. Namun seberapa tajamnya kerikil-kerikil itu, kaki-kaki bangsa ini harus tetap melanjutkan perjalanan di atas kaki mereka sendiri.

Gue, seberapa pun bencinya pada orang-orang di negeri ini, mengucapkan selamat hari kemerdekaan Indonesia. Mari kita rawat kemerdekaan yang merupakan hak paling dasar dari seluruh kehidupan manusia.

Oh iya buat kemerdekaan besok gue punya kado hasil jalan-jalan random kemaren:




Yup. Bu Fatma. Tahun 1945, malem sebelom hari kemerdekaan, persis kaya malem ini, dia lagi jait bendera merah putih dengan keikhlasan dan cinta. Semoga arwah beliau dan para pahlawan kemerdekaan lainnya tetap berada di sisi terbaik Tuhan Yang Maha Esa. Amin. 

*Merdeka!*

Beralih

Oke. Kemaren malem adalah waktu-waktu paling random dan paling ga tepat untuk kangen sama seseorang. Adalah malem Jum'at yang mestinya bagi sebagian orang ditakutin karena banyak setan keluar tapi engga bagi gue. Fak. Horror sih. Iya horror. Karena gue ternyata menemukan hal yang lebih menakutkan daripada ngeliat setan keluar yaitu: dia mesra-mesraan sama yang lain. Mak.

Oke. Ternyata gue masih se-enggak bisa beralih itu. Hal yang baru gue pahamin ketika gue masih aja kesel nemuin apa yang biasanya gue tulis, gue kasih, gue ucapin, dan semua yang gue lakukan buat dia, dilakukan oleh orang lain. Ha. *Suara angin sepoi-sepoi*

Jadi Begini ya?
Kalo alam semesta ngebuat sebuah lingkaran yang sama rata sama rasa yang bagi sebagian orang dikasih nama karma, mungkin ini adalah karma yang gue terima dari kelakuan gue yang dulu-dulu terhadap orang lain. Ibarat utang, gue harus ngebayar saat kapanpun gue udah dapet saldo yang cukup. Biar semuanya jadi lingkaran yang sama rasa sama rata lagi.

Udah dong ya. Udah. Sekarang waktunya gue beralih ke tempat lain dan mendapatkan karma baik yang udah gue tanem juga selama ini keorang-orang. Utang udah "dibayar" tinggal nunggu "panenan" dari tempat yang lain.

Maap nih, tulisan pertama abis lebaran bukannya tentang liputan lebaran malah curcol dikit. Hahaha. yaudah deh segitu aja cukup.

*Cheers*

Sunday, August 4, 2013

Mudik Mudik Mulih Ndisik

Belakang (ki-ka): Mbak Yuan, Dek Ikhwan, Fauzan, Gue, Rahman. Depan: Mbak Nana


Selasa besok gue bakal mudik, gue ga yakin kalo besook masih ada waktu buat nulis-nulis. Jadinya pas lagi ada waktu kosong kaya gini, mendingan gue nulis aja kan daripada lupa. Selasa besok gue rencananya mau mudik. Yeeeaaaay. Menuju kampung halaman bokap (lagi) walau udah ga di tempat mbah kakung yang rumaahnya udah dijual karena udah tua dan hampir bobrok karena kena abu vulkanik Merapi.

Rumah itu punya sejuta kenangan sebenernya. Dari kecil kalo kita lebaran, hampir tiap tahun ngumpul disana. Kecuali kalo bokap atau nyokap gabisa. Karena di sana rumahnya gueeedeeee banget. Mbah kakung emang juragan tanah lokal yang cukup dihormati disana, dengan usahanya yang gigih dan ulet dia bisa saingan sama cukong-cukong tanah Cina yang licik-licik dan kotor itu. Selain itu, anak-anak mbah kakung juga banyak banget, ada 15an. Jadi kami bener-bener keluarga besar banget yang butuh rumah besar buat kumpul. Sekarang rumah itu udah dijual dan gue cuma bisa liat dari luarnya doang. Di samping rumah itu ada jalan menuju kuburan mbah putri yang persis ada di belakang rumah itu. Salah satu tempat yang pertama kali banget bakal dituju kalo udah ada di sana. Agenda kedua sih bakal dateng ke lamarannya Dek Ikhwan di Salatiga. Hayo yang mau ketemuan di sana, kabarin aja ya!


Kuburan Mbah Putri yang kanan dan anaknya (Paklek Djauhar) yang kiri


Lebaran kali ini gue bakal ngumpul di rumah sepupu gue yang paling tua dari semua persepupuan di trah Nurhadi dari Muntilan, namanya Mas Uud. Ga jauh kok letaknya dari rumah mbah kakung. Dua tahun lalu gue pernah iseng jalan kaki dari rumah Mas Uud ke rumah Mbah kakung, alhasil lumayan sih kaki gue kapalan gara-gara kesananya pake sendal semi-refleksi yang gue beli di bis. Hahaha.

Besok selasa, gue ke sana naik pesawat, jadi ga mungkin kan pramugarinya jualan sendal semi-refleksi. Hahaha. DUH PRAMUGARI! errrr... *noyor kepala sendiri*

Udahlah. Gitu aja. Daaah.

:D

Their Excuse: Pelarian

Begini, mungkin lo akan mengerti ketika lo udah ngejalanin hubungan yang cukup lama dengan seseorang dan ketika hubungan itu berakhir ada beberapa rasa yang hilang, terutama rasa mau lagi berhubungan serius sama seseorang. Entah itu karena trauma, masih sayang, antipati atau apa yang jelas untuk beberapa kasus, ada yang sampe begitu. Doi mungkin bisa aja deket sama seseorang lagi, tapi untuk ngejalanin hubungan yang serius, dia bakal pikir-pikir banget. Paling mereka ngebiarin proses-proses itu dateng lagi untuk ngembaliin perasaan dia jadi seperti sedia kala. Tapi kalo lo gabisa nunggu proses-proses itu ya ga usah berdalih macem-macem lah semacem: "Gue ga mau cuma dijadiin pelarian"


*F*

Saturday, August 3, 2013

Alergi Debu

Emang ada yang salah ya dengan orang yang alergi debu? Hrr. Gue termasuk orang yang sebenernya tersiksa dengan itu, bukannya sok-sokan higienis ya tapi beneran kalo ada tempat yang berdebu gitu pasti gue langsung bersin, pilek dan ujung-ujungnya idung gue gatel-gatel sampe ngerembet ke mata. Kalo udah gatel gitu udah ga asik lagi deh rasanya. Jadi, tolong pahami. Ini bukan untuk diketawain, karena gue semenderita itu aslinya. Sekali lagi bukan sok-sokan. Tapi mekanisme pertahanan idung gue aja berarti yang gabisa kena debu.

*Cheers!*

Friday, August 2, 2013

Orange(dan) 2

Kemaren gue udah sempet cerita tentang pohon-pohon jeruk yang gue tanem kan? Barangkali lo ada yang ga percaya kalo gue bener-bener bercocok tanam saking randomnya ngabisin waktu-waktu kosong bengong bikin skripsi waktu itu, hahaha. Tapi ga usah sedih, dari kemaren pagi trus dilanjut lagi tadi pagi, gue melakukan sesi foto-foto sama si Skripsi 1 dan skripsi 2, serta satu pohon lagi yang masih bertahan hidup.

Nih hasil sesi foto-fotonya. Cuma dikit sih, tapi yaudahlah. Daripada dituduh hoax. (Siapa juga yang nuduh) hahaha.

Kenalin nih (dari kiri-kanan): Skripsi 1, Skripsi 2, Unnamed 1.

Si Skripsi 1 udah banyak daun sama cabangnya.

Ini si skripsi 2

 Mereka semua beda keluarga. Gue sendiri yang nanem bahkan lupa skripsi 1 itu jenis jeruk apa, skripsi 2 jenis apa dan lainnya jenis apa. Yang jelas waktu itu gue menanam segala jenis jeruk dan seinget gue yang pertama-tama gue tanem itu berjenis jeruk manis yang bisa buat dimakan. Entah Jeruk Ponkam, Jeruk Medan atau Pontianak. Nah sisanya yang gue tanem di pot lainnya cuma eksperimen-eksperimen gue nanem jenis jeruk lainnya. Jeruk limau, jeruk nipis dan jeruk-jeruk asem lainnya.

Masih iseng sih gue pengen nemu beberapa jenis jeruk yang aneh dan belom pernah gue temuin kaya jeruk purut, jeruk darah (yang dagingnya warna merah) buat ditanem juga. Kalo Jeruk Bali sih udah sering nemu dan gue ga minat nanem. Ga eksotik gitu, hahaha. Kalo ada jenis jeruk yang gede-gede gitu paling gue maunya nanem jeruk pepaya. Jeruk yang bentuknya kaya pepaya. Iya sih, lebih mirip kaya toket ceweknya Hulk. Gede terus ijo gitu. Hahahaha. Eh puasa ya, sori-sori.

Nih toket ceweknya Hulk. (Sumber: labuhanbatuagrocenter.wordpress.com)


Ah yaudah deh gitu aja, see you in my next story. Siapa tau gue nanti ada ide lain buat nanem cabe-cabean kan. Hahaha.

*Cheers*

Wednesday, July 31, 2013

Padamu Negeri

"Padamu negeri kami berjanji 
Padamu negeri kami berbakti
 Padamu negeri kami mengabdi 
Bagimu negeri jiwa raga kami"

                                           -Kusbini

Jadi ceritanya, dulu banget sewaktu gue masih jadi mahasiswa dan masih kemana-mana naik motor, gue pernah bengong dalam perjalanan balik dari Depok menuju rumah. Waktu itu sih sekitaran jam 12 malem. Di daerah Bambu Apus yang emang hawanya bikin bengong banget. Bukan bengong jorok atau bengong ngelamun masa depan, tapi entah kenapa random aja gue dalam kebengongan gue itu terlintas (harus mikirin) lagu Padamu Negeri. Iya men, Padamu Negeri. Lagu nasional yang sangat terkenal, sampe si pencipta lagunya kalah terkenal daripada ciptaannya sendiri.

Tapi pernah ga sih lo, merhatiin liriknya? Apa cuma sekedar nyanyi karena emang kewajiban jaman dulu disuruh nyanyi begituan waktu upacara dan ketika lo baru mau merhatiin liriknya eh lagunya udah abis?
  
Iya sih, sebenernya wajar kalo anak-anak jaman sekarang ga terlalu merhatiin lirik lagu Padamu Negeri. Ngapain? Euforia masa-masa kemerdekaan udah lewat, penjajahan di atas dunia udah dihapuskan dan sudah ditentang dimana-mana seperti yang ditulis di pembukaan UUD 1945, perekonomian kita udah keluar dari krisis, dan negeri kita sudah lama sekali merdeka dan menjadi negeri berpolitik bebas aktif. Jadi emang wajarlah ketika lirik lagu-lagu ini udah ga dilirik lagi (baca: udah ga laku). Mungkin aja, gue adalah spesies anak-anak jaman sekarang yang langka karena randomnya udah keterlaluan, sampe kepikiran aja ngelirik lagi lirik lagu Padamu Negeri di jaman dimana lirik lagu cinta-cintaan Maroon 5 udah jadi bahan apalan anak-anak SD jaman sekarang yang ngalahin apalan pelajaran..

Nah iya lagu ini sebenernya termasuk lagu cepet. Ga sampe 5 menit lagu ini udah selesai. Biasanya dinyanyiin dengan paduan suara biar bikin efek dramatis dan khusyuk. Lirik lagu ini menurut gue, cukup singkat namun padat. Cuma empat bait. Tiap bait berisi 10 suku kata, kecuali bait terakhir yang 11 suku kata. Ah, tapi lebih daripada itu, hal yang membuat gue bengong yaitu arti dan makna dari lagu ini. Ketika lo nyanyiin lagu ini, lo langsung berjanji men. Perjanjian yang sebenernya ga sadar lo ucapkan. Perjanjian untuk berbakti dan mengabdi seluruh jiwa raga bagi negeri ini.

Saat gue sadarin bahwa secara ga sadar gue udah berjanji untuk melakukan semua itu untuk negeri ini dan melihat realita bahwa udah 60-an tahun Indonesia merdeka justru banyak keterbelakangan yang belakangan ini dilakukan oleh banyak orang di negeri ini, gue justru makin bengong. Anjir. Ngapain gue mesti repot-repot janji ngurusin negeri ini yang belakangan udah ancur banget ini? Negeri yang harus gue bom nuklir dulu satu generasi dan dibangun dari nol supaya jadi bener. Negeri yang harus gue tutup dulu dari pengaruh asing dan membenahi dan membangun ideologi dan karakter bangsa supaya fundamen kebangsaan rakyatnya kuat. Negeri yang belakangan ini ga pernah mau menghargai dan ga pernah mau percaya pada kemampuan yang dimiliki masyarakatnya sendiri? 

Pesimis banget? Iye, emang. Ciri khas Pisces begitu. Tapi kepesimisan gue ini justru jadi optimisme yang lain. Optimisme bahwa nantinya ada orang yang mau mewujudkan impian gue untuk mengumpulkan dan memilih orang-orang terbaik di bidang mereka masing-masing dan memiliki integritas pada negeri ini melebihi kepentingan diri, kelompok atau partai. Mengevakuasi mereka untuk sementara waktu sambil memberikan beasiswa supaya mereka belajar lagi hingga bisa mempertajam ilmu dari bidang mereka masing-masing. Menghapuskan satu generasi yang tidak diperlukan di Indonesia ini lalu menarik kembali orang-orang terbaik itu untuk bertugas membangun lagi negeri ini dari awal. Pemikiran boleh beragam, tapi Ideologi harus satu. Supaya kita tetap berada dalam ideologi yang satu itu, perlu dibentuk sebuah desain besar terhadap arah dan tujuan negeri tersebut. Siapapun yang melenceng dari situ, dipersilakan untuk mencari suaka ke negeri yang mengakomodasi ideologi mereka. Negeri ini ga perlu penduduk yang banyak secara kuantitas, tapi kita perlu banyak penduduk yang berkualitas dan berdisiplin ideologi. Kita membutuhkan penduduk terpilih yang layak untuk berada di negeri ini dan bertanggung-jawab secara jiwa dan raga terhadap negeri ini. Kita butuh orang-orang yang tegas berada dalam rel ideologi negara dan melakukan semua kepentingan kita berdasarkan pada ideologi tersebut. Kita harus membenahi mental inferior yang sudah kadung terpatri dan jadi warisan kolonialis ini dengan cara meningkatkan kualitas dan martabat kita dengan belajar, memproduksi dan menentukan jalan negara ini sendiri.

Serem? Gue sendiri juga serem kalo misalnya ada presiden yang begitu. Tapi mending begitu sih daripada kita cuma menuh-menuhin negeri ini dengan orang-orang yang ga berkualitas. Jadi, ketika gue malem itu balik dari Depok dan sampe rumah dengan selamat, gue berdoa supaya gue ga jadi presiden. Karena kalo itu kejadian, gue bakal jadi presiden yang begitu. Masalahnya ketika lo pikirin hal sekompleks itu dari kerandoman lo dengerin lagu Padamu Negeri itu agak gimaanaaa gitu. Hahaha. Sering banget kadang kerandoman gue jadi masalah serius yang nguing-nguing di kepala gue sendiri.

Intinya, gue gamau janji apa-apa buat negeri ini. Kalo gue harus berjanji untuk melakukan bakti dan pengabdian untuk negeri ini, yang bakal gue lakukan udah gue ungkapkan tadi. Hehe. Tapi yaudahlah, berhubung gue bukan presiden, kita santai aja. Kita bakal menikmati (entah-sampai-kapan) negeri kita yang katanya indah dan berseri ini. Kita bakal menikmati keragaman berbagai macam pemikiran-pemikiran orang yang beragam tapi tidak pernah berdisiplin ikut dalam aturan, jadi bikin ancur sendiri negeri ini pelan-pelan. Kita santai aja sampe kita ketemu orang yang mau mewujudkan impian gue. Tapi lo santai aja karena nemu orang yang mau mewujudkan kerandoman gue ini mungkin mustahil.

*Cheers*

Monday, July 29, 2013

Orange(dan)

Alkisah, di suatu saat gue pernah berada dalam masa-masa galau di akhir masa perkuliahan gue. Galau skripsi sih bukan kuliah. Ditengah kemalesan gue nulis skripsi (bukan karena miskin ide tapi emang lagi ga mood aja nulis), gue mencoba untuk mengisi waktu luang gue untuk baca dan bercocok tanam. Iye, bercocok tanam.

Nyokap gue adalah orang yang seneng banget sama taneman. Ketimbang melihara binatang, dia tipe orang yang bela-belain ngeluarin duit lebih buat beli taneman. Ga heran kalo lo ke rumah gue, lumayan banyak taneman yang ada di rumah. Mungkin sekarang jumlahnya udah sedikit, karena renovasi rumah yang akhirnya banyak mengorbankan taneman-taneman. Nah, ga heran juga kalo lo bisa nemu pot-pot taneman yang banyak banget di rumah gue. Karena gue pikir pot-pot kosong yang ga kepake itu bakal jadi mubazir dan sarang nyamuk makanya gue mencoba untuk iseng menanam biji jeruk yang buahnya masih ada di mulut gue.

Gue lumayan suka jeruk karena alesan kesehatan. (Baca: Gue sering banget sariawan, entah kenapa). Makanya gue selalu menghabiskan jeruk kalo ada buah itu dibeli sama nyokap gue. Nah, karena gue pikir ada beberapa tipe jeruk yang enak buat dikonsumsi makanya gue iseng aja untuk bercocok tanam, pertama untuk mengisi waktu luang gue ga nulis skripsi, kedua untuk mengurangi resiko gue sariawan kalo nanti Jeruknya udah numbuh.

Lalu, yaudah deh.. Gue nanem beberapa pot taneman jeruk itu. Ga makan waktu lama, itu jeruk numbuh dan gue seneng banget. Gue rawat tiap hari kaya dapet pacar baru gitu. Ah syit. Alesan ketiga muncul. Mengisi waktu kosong gue yang waktu itu baru diputusin pacar. HAHA. Kalo ada telor ulet gue pites-pitesin saking posesifnya sama ini pohon jeruk. Terus kalo ada ulet yang akhirnya udah makanin beberapa daun, gue sentil sampe mejret. Intinya gue bener-bener sayang bener sama pohon-pohon gue itu. Pohon pertama dan kedua gue namain pohon Skripsi. Supaya gue selalu inget dan inget tentang skripsi. Sisanya gue ga kasih nama. Hal itu sangat membantu gue banget karena pada akhirnya dua minggu sebelum deadline pengumpulan skripsi, gue berhasil menyelesaikan skripsi gue. Thanks all.

Tapi setelah gue kelarin skripsi, wisuda dan lala-lili, taneman-taneman jeruk itu lupa gue rawatin lagi. Beberapa ada yang akhirnya mati kering karena gue ga siram-siram. Beberapa lagi ada yang mati daunnya abis dimakanin ulet. Beberapa lagi dibuang nyokap gue karena pot-nya mau dipake. Tapi gue udah ga seposesif dulu, gue ikhlasin semuanya pergi dari hidup gue. Bahkan gue udah lose contact sama Skripsi, karena gue udah ga pernah nengokin dia lagi.

Baru tadi lagi gue ketemu sama Skripsi. Pas ujan malem tadi, gue lagi mindah-mindahin taneman nyokap gue buat jadi penampung ujan. Gue nemu skripsi 1 dan skripsi 2 nyempil di balik pot-pot gede taneman kuping gajah nyokap gue. Disampingnya juga ada taneman anthurium nyokap yang daunnya lebih gede dari kolor Ryana. Daunnya udah banyak dan dia udah tinggi banget. Komentar gue pas liat dia: "Udah gede aja luh pada.." Sambil tersenyum simpul, kaya orang ketemu mantan yang masih disayang.

Abis ini, gue ga tau deh mau gimana kedepannya sama mereka.
:")

Monday, July 22, 2013

Cesar

Ga berasa ya, ini udah pertengahan bulan puasa dan gue belom sekalipun nulis tulisan tentang bulan penuh berkah ini. Subhanallah. Tapi karena gue ga pengen gue cuma sekedar meniru-niru tulisan lain tentang indahnya bulan puasa dan seluruh berkahnya yang ada di bulan ini, gue pengen menulis sesuatu yang beda tapi ada di bulan ini.. Yaitu fenomena Cesar!

Bukan. Gue ga mau ngomongin ibu-ibu yang sengaja lahirin anaknya di bulan puasa ini dengan cara cesar supaya lahirnya berkah dan bisa dinamain dengan nama yang ada kata Ramadhan, Romadon, Puasa dan sebagainya. Bukan juga mau ngomongin kisah seorang Julius Cesar yang mati kesengsem sama Cleopatra. Bukaaan. Tapi ini gue mau ngomongin Cesar yang dalam bulan puasa ini booming nemenin waktu saur gue. HAHAHA. *Iya, maap ya gue kalo saur sukanya nonton begituan*

Supaya pembaca non-Islam yang baca tulisan ini bisa mudeng, gue ceritain sedikit kisah awalnya. Jadi begini saudaraku, setiap bulan puasa kami umat Islam dianjurkan untuk makan sahur. Makan sahur adalah makan di waktu dini hari, sebelum azan subuh dikumandangkan. Waktu azan subuh bisa berubah-ubah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan peredaran matahari. Nah, setiap sahur, biasanya setiap stasiun televisi berlomba-lomba untuk menayangkan program peneman sahur yang mereka andalkan. Salah satu stasiun televisi, sebut saja TransTV (bukan nama stasiun sebenarnya), menayangkan sebuah program peneman sahur yang bernama: "Yuk Kita Sahur" atau biasa disingkat YKS. Di program itu, ada seorang bernama Cesar yang bertugas untuk memimpin para penonton yang hadir langsung di studio untuk menari mengikuti gerakannya diiringi musik yang asik-asik menghentak. Tapi program ini bukan sebuah tontonan wajib umat Islam. "Yuk Kita Sahur" tidak ada hubungannya dengan keislaman seseorang atau bisa jadi tidak menambah nilai keislaman seorang muslim. Itu hanya sekedar tayangan hiburan, dihadirkan untuk menambah profit via share rating. Umumlaah. Bisnis pertelevisian. Oke, segitu aja kisah awalnya. Sekarang gue asumsikan semua pembaca bisa mudeng.

Lalu, kenapa gue bahas Cesar buat tulisan pertama gue buat bulan Ramadhan ini??
Hahaha, gapapa sih. Gue menyadari sebagai bagian dari masyarakat ini, gue ngerasa diri gue yang kotor ini udah cukup gila untuk berada dalam masyarakat ini. Literally. Saking gilanya, gue suka ketawa terbahak-bahak nonton Cesar dan goyangannya ini dan merasa sangat terhibur dengan hal demikian. Apa udah terdegradasi ya nilai humor gue? Mak. Maapin. Tapi, entahlah. Gue juga ga begitu disediain pilihan yang beragam ketika gue bolak-balik menonton program acara lainnya dari stasiun tv yang lain karena hal yang demikian cukup umum dihadirkan. Mereka (stasiun tv) sangat identik memainkan dan menampilkan "humor" dengan cara ini. Mereka terus menerus, setiap tahunnya menayangkan humor-humor yang seperti ini menjadikan tren "humor" yang "baik dan benar-adanya" adalah apa yang ditampilkan para pelawak-pelawak itu. Sehingga, semua orang (sebagian orang sih termasuk gue) merasa cukup bahagia dan bisa tertawa dengan terbahak-bahak ketika melihat salah satu pelawak yang dibedakin, dilempar tepung, atau tampil menjadi bencong. Semua lawakan yang sebenernya semu dan kosong. Sementara, gue ga begitu tertarik dengan program tv yang menampilkan tausyiah-tausyiah yang menentramkan hati dan dibawakan dengan penuh kelemah-lembutan padahal justru itulah yang banyak mengandung nilai-nilai religius yang harusnya sesuai dengan tema di bulan ini dan mengisi kekosongan itu semua.

Tapi kok bisa ya, yang kosong dan semu ini meraup banyak perhatian penonton?

Cesar bisa jadi satu orang yang akhirnya menyadarkan gue, kalo gue udah menjadi bagian dari sebagian masyarakat yang gila. Wajar kalo orang yang kehilangan logika dan kehabisan akal gabisa menjawab pertanyaan simple diatas. Karena bagian apa yang lucu dari tarian seorang laki-laki dengan wajah innocent sekaligus antusiasnya itu sampe-sampe setiap kali Cesar menari gue selalu ketawa ngakak?! Hahahaha. Biarlah, kadang gue nolak kalo gue udah gila, seperempat nurani gue teriak-teriak bilang "Gue ga gilaa! Gue gamau gilaa! Peliiiishhh" tapi tiga perempat lainnya justru ngakak kenceng di kala saur melihat tarian Cesar dan secara sadar gue gamau nonton siaran tausyiah-tausyiah (yang dibungkus dengan cara yang ngebosenin dan gitu-gitu doang). Secara ga sadar, ternyata ketawa gue udah memecah keheningan malam yang mestinya tenang.

Ya Alloh. Berkah apa ya nonton Cesar di kala saur? Sebenernya gue tau, ga ada berkahnya. Maap maap maapin Aim ya Alloh. Tapi biar tetep bisa ketawa di tengah masyarakat yang makin terlalu serius menghadapi kehidupan ini, gapapa ya nonton begituan, loh? *ngobrol sama Alloh*
Kalo nanti gue masuk neraka, tuh masukin produser acara-acara tv ituh ke neraka juga tuh, ya Alloh, soalnya mereka semua nampilin humor-humor yang ga ada manfaatnya tuh kecuali ketawa-ketawa kosong ga ada isinya di bulan puasa.. *lanjutin ngobrol sama Allah*

Tapi karena ini bulan puasa, sesungguhnya lebih baik memaafkan lahir dan bathin. Jadi semoga Allah memaafkan gue nonton Cesar plus semua ketidak-sengajaan gue nonton file .3gp di bulan puasa ini. Amin!


*Penontooon! Keep Smile!*

PS: Gue rasa, kalo diseriusin itu tariannya Cesar bisa ngalahin tariannya PSY! *yee malah dilanjutin*

Friday, July 19, 2013

Supir Angkot

Sederhana aja, ini bukan profesi yang jadi prioritas utama masyarakat kelas menengah atau kelas atas. Ini adalah profesi yang sangat umum di kalangan masyarakat kelas bawah. Bukan profesi yang diminati banyak orang. Kalau pun ada peminat, kesimpulan jahat sih, paling mereka adalah orang-orang yang emang terpaksa aja menjadikan itu sebagai profesi. Karena apa? Karena minimnya kesempatan mereka untuk mendapatkan profesi yang lebih daripada itu atau dengan kata lain, lowongan menjadi supir angkot sangatlah besar, cepat dan kesempatannya terbuka dengan lebar. Lebih mudah ketimbang menjadi dokter, misalnya, yang membutuhkan pendidikan dan dana yang lebih besar dan lama.

Topik tulisan gue kali ini pengen ngebahas aja sih tentang supir angkot. Bukan secara general tentang seluruh supir angkot yang ada di Indonesia atau di Jabodetabek. Tapi tentang dua supir angkot yang baru banget gue temui dan menemani perjalanan pulang gue dari ngelayat bokapnya Eki, temen angkatan gue, di Depok tadi.

***

Sehabis dari rumah Eki, gue, Vicky, Giska, Klaudia, dan Etep makan bareng di SS Depok. Ga jauh dari Hotel Bumi Wiyata. Kita nggak banyak ngobrol tentang kehidupan after campus kita, karena topik itu udah panjang lebar kita bahas di rumah Eki tadi. Hahaha. Hari ini gue ga terlalu pengen makan banget karena emang lagi ga mood makan aja, jadinya gue cuma ngemil seruputan coklat panas. Oke. Iya, emang ga mau bahas topik buka puasa dadakan ini kok. Iya, iya Barusan curhat dikit doang. Hahaha. *ngomong sendiri*

Setelah dari SS, gue misah sama Vicky-Klaudia-Giska dan Etep. Vicky-Klaudia-Giska balik naik mobilnya Vicky menuju arah Mampang. Sementara Etep naik motor menuju Sawangan. Gue, dengan bangga, naik angkot menuju Kampung Rambutan. Jam di tangan menunjukkan pukul 21.25 WIB, dengan tambahan waktu 5 menit. Jadi sesungguhnya waktu masih jam 21.20 WIB. Setelah dadah-dadahan, gue naik angkot T19 dari Depok dengan tujuan ke Kampung Rambutan. *Walaupun kadang itu huruf T-nya ilang, tetep harus ditulis T19!*

Perjalanan cukup lancar, walaupun sepi penumpang. Gue udah curiga perjalanan ini bakalan jadi perjalanan panjang dan terasa sangat menyakitkan. Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan. *Backsound Ebiet. G. Ade*

Yak dan bener aja. Supir angkot ini tampaknya agak gelisah dengan sepinya penumpang malem ini. Tadinya dari SS, gue naik angkot ini bersama satu orang penumpang lainnya. Tapi sebelum sampe ke Depok Town Square (nama mol bukan nama alun-alun), si satu orang penumpang lainnya ini udah turun. Sehingga praktis, sampai di Detos (singkatan Depok Town Square) di angkot itu cuma ada gue sendirian dan si supir angkot.

Seperti yang umum dilakukan oleh supir angkot ketika mobilnya sepi penumpang, si supir akhirnya ngetem di Detos menghabiskan waktu yang cukup lama. Hampir 20 menit dia ngetem dengan seenak jidatnya. Dalam waktu 20 menit itu, ada tambahan penumpang sekitar 4 orang. Dua perempuan yang penuh dengan barang belanjaan. Satu laki-laki berpeci yang duduk di depan. Satu lagi, laki-laki yang ambil duduk di belakang supir angkot. Lalu, angkot itu melaju lagi..

Namun, satu persatu keempat penumpang lainnya itu turun sebelum sampai pada Gang Sawo. Sehingga praktis, sampai di Gang Sawo di angkot itu cuma ada gue sendirian dan si supir angkot. Fak. Seperti yang umum dilakukan oleh supir angkot ketika mobilnya sepi penumpang, si supir akhirnya ngetem di Gang Sawo. Untungnya, dia ga terlalu lama ngetem. Karena dia dapet tambahan 2 orang penumpang, yang gue identifikasi dari gaya berpakaiannya adalah seorang mahasiswa yang sedang kasmaran. Oke. Angkot jalan lagi, tapi sejoli ini turun di Pasar Lenteng Agung, sehingga praktis, dari Pasar Lenteng di angkot itu cuma ada gue sendirian dan si supir angkot. *Sweet banget ga sih berduaan doang? Faaaak!*

Akhirnya si supir angkot bablas terus. Was wis wus. Jam udah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Padahal tadinya gue berasumsi dengan jalanan yang lancar begini, di jam segitu gue udah bisa sampe di Jalan Baru dan naik angkot terakhir ke Jatiasih yang bermerk K40. Kenapa terakhir, karena biasanya setelah jam 22.00 WIB, K40 udah ga bakalan ada lagi di Jalan Baru sehingga gue harus dua kali nyambung angkot menuju Jatiasih dan menyebabkan ongkos gue buat balik akan bertambah. Sehingga korelasi waktu adalah uang muncul di pengalaman ini. Belom kelar kegusaran gue yang panik karena udah mikir demikian, ternyata si angkot bangsat ini ngetem lagi di depan halte Stasiun Tanjung Barat.

Hampir 45 menit gue nunggu si supir ngetem. Emang paling bangsat yang ini sih. Karena, tainya adalah si supirnya turun dari angkot, matiin mesin mobil dan ngerokok di halte. Sementara gue dibiarkan sendirian di dalem angkot... Kan sepi... Ga ada temen.. Apa kek.. Temenin kek.. Hahaha.

Abis dia kelar ngerokok, dia masuk lagi ke dalem cockpit supir. *Waelah* Tapi penumpang ga nambah-nambah juga. Stasiun juga sepi banget tadi. Gue saking keselnya akhirnya nanya, "mau berapa jam lagi nih bang?". Mata gue dan si sopir tatap-tatapan di spion tengah. Persis kaya di sinetron-sinetron gitu cuma kurang arus listrik aja diantara kita. Si sopir ga jawab pertanyaan gue. Gue rasa dia mikir juga dalam hatinya atau barangkali dia diem-diem ngetwit: "Binun niwh. wa jawab apa yuph? Iya, Enggak, atau Bisa Jadi, nih tweeps?".

Tapi dengan tampang batunya, dia tetep ngetem dan menunggu hal-hal yang ga tentu itu. Lalu sempat ujan sedikit menambah efek dramatisnya, antara gue yang kesel ditambah supirnya juga yang galau ga dapet penumpang. Akhirnya, sebelum kita berangkat lagi dari halte Stasiun Tanjung Barat itu, isi angkot nambah 4 lagi. Satu cewek yang manis. Dua ibu-ibu kerudungan yang heboh ngomongin apaan tau. Sama satu lagi cowok duduk di depan. Wuuuuus akhirnya kita berangkat. Gue liat jam, 22.52 WIB. Fak. Gue udah pasrah lah ga naik K40. Tapi gue ga iklas kalo harus bayar dengan uang pas dengan angkot ini. Jadinya gue siapin duit 3000 perak, sebagai pemancing keributan (harusnya bayar 5000). Kalo itu supir marah-marah dan bilang duitnya kurang, udah pengen gue jedotin aja itu kepalanya ke stir mobilnya.

Gue akhirnya sampe di Jalan Baru dan gue kasih duit 3000 itu. Gue nunggu reaksi dia gimana. Tapi dia diem aja. Yaudahlah, berarti dia pengertian juga. Mungkin udah banyak mention di twitternya juga yang jawab pertanyaan dia tadi. :")

***

Sampe di Jalan Baru, ternyata gue masih menemukan 2 mobil K40 berada di pangkalannya pada jam 23.00! WOOOW. Sesuatu yang sangat jarang gue temukan seumur hidup gue naik angkot!

Akhirnya, duit yang tadinya gue alokasikan untuk dua kali nyambung angkot gue beliin satu Granita dan beberapa rokok. Asli, gue masih agak kesel sih gara-gara ngabis-ngabisin waktu buat nungguin angkot ngetem ga jelas gitu tadi. Jadinya gue ngerokok aja biar santai.

Gue naik di depan, samping supir. Karena gue sambil ngerokok. Sebenernya gue ga suka orang ngerokok di dalem angkot, berhubung tadi juga lagi kosong, jadinya ya gapapalah. Ga ada yang keganggu sama asepnya. Kali ini gue iklas kalopun angkot ini ngetem sampe jam berapapun, karena gue ga harus nyambung-nyambung lagi menuju daerah rumah gue. Gue iklas nunggu kalo harus ngetem sambil nunggu sampe angkot ini penuh baru jalan. Tapi entah kenapa, si sopir yang udah agak tua ini, langsung cus jalan membawa hanya dua orang ketika ada satu lagi lelaki naik dan ambil duduk di belakang.

"Tumben ini angkot masih banyak jam segini, pak?"
"Wah, ini sewanya gila. Sepi banget daritadi..."

Basa basi lah. Daripada krik banget duduk di depan kaya orang putus, yakan.. Tadinya gue pikir ini supir keturunan Batak, karena mukanya emang kaya begitu. Belom lagi kumisnya yang menguatkan asumsi gue. Tapi ternyata setelah ngobrol, dia orang Purwokerto yang udah lama tinggal di Jatiasih. Akhirnya sepanjang perjalanan gue ngobrol banyak sama dia dan dapet ilmu banyak juga dari dia. Dia cerita banyak tentang pengalamannya berhadap-hadapan sama TNI, pas ngeliat di pinggir jalan ada yang tabrakan dan salahsatunya mobil TNI. Selama kita ngobrol, dia bawa mobil ga lebih dari 40 km/jam. Dia bener-bener serius ngobrol dan gue bener-bener nyimak betul apa yang dia ceritain.

Lebih daripada cerita tentang TNI itu, dia lumayan banyak ngasihtau gue tentang pengalaman hidup dia di jalanan. Gue sih semenjak dia cerita cuma nge-iya-iyain aja pembicaraannya, sambil sesekali nambahin. Yang paling bikin gue terkesan adalah tutur katanya yang santun dan kebapakan, jauh daripada asumsi awal gue ketika belom ngobrol sama dia.  Satu lagi, dia bener-bener merhatiin dan nyimak gue ketika gue gantian yang ngobrol, maksudnya ga diambil cuma sekedar lewat doang. Satu hal yang jarang kita temukan di masyarakat ketika mereka bertemu dengan orang yang kelasnya mereka anggap jauh daripada kita.

Tapi yang paling bikin gue seneng adalah dia tipe supir yang ga mau ngetem lama-lama. Karena dia pikir kalo rejeki udah ditentuin. Jadi ngapain ngetem lama-lama, toh nanti di jalan juga ketemu banyak orang yang mungkin naik angkotnya juga. Sama-sama kemungkinan yang sama kan? Kemungkinan yang belom tentu ada. Tapi ditanggapi dengan dua cara berpikir yang berbeda.

Akhirnya ga berasa gue udah sampe depan komplek gue. Gue minta turun di depan komplek, dan gue kasih dia duit lebih buat tambahan dia menuhin cita-citanya pulang kampung halaman sama anak-istrinya yang udah hampir 9 tahun ga kesampean.

***

Kepikiran ga sih, kalo kita terlalu berjarak sama orang-orang yang kita temukan? Gue sih kepikiran, makanya gue nanya gitu ke kalian. Hehehe. Kita terlalu pongah, barangkali, ketika menemukan orang-orang yang kita anggap kelasnya berada jauh daripada kita. Misalnya, kita ga akan pernah ngerti kenapa pengemis itu mengemis. Atau seenggaknya kenapa pengamen itu ngamen di jalanan. Yang kita simpulkan adalah apa yang kita lihat dari luar melalui konstruksi-konstruksi sistem berpikir yang dibentuk universitas dan hampir sangat jauh dari realita yang ada. Sehingga kadang kita dengan gampang nyimpulin seenak jidat kalo supir angkot itu orang yang menjijikkan, ga pantes diajak ngobrol, karena mereka pemales ya ngapain buang-buang waktu ngobrol sama mereka, orang-orang yang ga tau aturan, ngeselin dsb. Kepikiran ga sih, kalo kita terlalu terjebak dengan stereotipe yang tersimpulkan oleh masyarakat? Kepikiran ga kalo justru mungkin kita yang sebaliknya?

Gue sih nemuin sendiri dua hal yang berbeda dari dua supir yang baru aja gue temuin tadi. Yang pertama, gue sama sekali berjarak sama si supir ini. Gue ga mau peduli sama kegelisahan yang supir angkot ini rasakan. Yang gue peduliin cuma satu: Gue harus pulang ke rumah gue tanpa ngeluarin duit lebih. Egois banget ga sih gue? Setelah gue ketemu supir angkot yang kedua, gue baru paham. Ternyata mereka juga manusia. Mereka punya keluarga. Mereka harus bertanggung jawab pada keluarga mereka, bukan cuma diri mereka sendiri. Jadi sebenernya, kalo gue mau ngerti keadaan ini sebenernya gue seharusnya bisa memaklumi waktu ngetem itu sebagai upaya dia bertanggungjawab pada keluarganya. Namanya juga angkutan umum, kita harus menoleransi ini sih. Karena udah malem juga, jadi panteslah kalo dia nungguin penumpang-penumpang supaya yang naik jadi rame.

Tapi, walau gimanapun gue sebagai penumpangm tetep juga punya perasaan. Ada baiknya kita saling memahami kondisi ini. Mimi gabisa begitu aja nyakitin Pipi kalo kata Anang ke Krisdayanti. Jadi, karena si supir pertama udah ngetem terlalu lama dan jauh dari batas toleransi akhirnya gue memutuskan untuk memberinya uang yang sesuai dengan terbuang-buangnya waktu gue. Hehehe.

Udah gitu aja deh ah.. Gausah terlalu dianggep serius renungan gue malem ini lah. Toh, ini cuma sekelebat doang kepikiran karena gue kebelet pipis aja, jadinya mikirnya agak lumayanan. Okelah. Sampai jumpa lagi di lain tulisan.

*Cheers*

Wednesday, July 17, 2013

#ThingsToRemember


Sebentar lagi waktunya akan datang. Aku akan memenuhi janji pada ucapanku sendiri dan itu akan terasa melegakan. Tak banyak yang bisa aku berikan. Lebih daripada benda. Aku berikan kau tanda. Mungkin kau tidak akan memahami maksudku dan semua benda-benda bertanda itu. Sekarang akan ku beritahu.

Adalah sinar yang seharusnya mengingatkanmu pada gelapnya jalan menuju pulang. Adalah alat hitung yang seharusnya membantumu membuat perhitungan-perhitungan sebelum kau memutuskan. Adalah tempat penyimpanan yang seharusnya mengingatkanmu tentang pentingnya menyimpan rapat-rapat hal yang bernilai. Adalah jam yang seharusnya mengingatkanmu tentang betapa banyaknya waktu yang sudah kita habiskan bersama.

Semua kubalutkan dalam hal-hal yang kau sukai, sebagai caraku mengajarkanmu secara diam-diam. Supaya kau menyukai bendanya dan tidak merasa bahwa aku terlalu pintar untuk mengajarkanmu tanda-tandanya. Persis seperti kata penulis kesukaanku: "Ada makna dibalik semua pertanda". Sebentar lagi waktunya akan datang. Semoga kau mengerti.

Monday, July 15, 2013

#RandomConvo1

"Lo kaya ga pernah muda aja?!"

"Gue pernah seumur lu, tapi lu ga pernah seumur gue. Lu gatau apa yang gue tau, makanya gue kasihtau!"

"Dan gimana caranya lu tau, kalo gue boleh tau? Apa karena lu dulu dikasihtau juga?"

"Enggak. Gue punya pengalaman kaya gitu sebelumnya, jadi gue ga pengen lu kaya begitu.."

"Hooo.. Thanks. Kalau begitu, lu ga perlu repot marah-marah ke gue dan ngasihtau apa yang lu tau. Gue udah cukup dewasa kok. Kalopun gue harus tau, biarin gue tau sendiri."

"Kenapa lu keras kepala banget sih?"

"Iya. Emang. Terus kenapa?"

"Ngeyel!"

"Gue cuma kesel aja kalo gue harus melakukan apa yang orang lain tuntut untuk gue lakukan. Gue capek terus-terusan kalo dituntut harus begini harus begitu. Kenapa sih lu ga ngebiarin gue lakuin sesuatu yang gue suka? Kenapa gue harus terus menerus ngikutin apa yang bener dan ngehindarin apa yang salah menurut versi lu?

"Karena balik lagi, lu gatau apa-apa!"

"Oke kalo begitu, balik lagi aja juga deh. Biarin aja gue tau semuanya sendiri, kaya dulu lo tau semuanya sendiri. Lu ga perlu repot-repot nuntun gue lah"

"Ga pengen aja gue liat lu nanti susah. Gue khawatir aja jadinya.."

"Ha?! Lucu banget!! Kalo gue susah, apa gue ngeluh ke elu? Minta lu bantuin gue selama ini? Pernah ga wahai orang-yang-tau-segalanya? malaikat-pelindung-gue?"

"...Engga sih..."

"Nah! Jadi kalo gue susah ya gue juga kan yang rasain? Yang lu rasain tuh menurut gue bukan bentuk kekhawatiran, tapi semacam rasa iba. Dari dulu lu tau, kalo gue paling ga suka dikasihanin sama orang lain"

"Oke. Terserah lo. Lakkukan aja lah apa yang lo mau. Kalo lu kenapa-kenapa, kasihtau gue. I really care of you"

"Gausah. Makasih banyak tawaran baiknya. Gue ga mau ngerepotin lu. Karena saat lu kerepotan, gue malah ikut tambah repot sih.. Jadi, ga terlalu memecahkan masalah"

***

Setelah itu mereka berdua hening dalam keramaian. Si perempuan menyibukkan dirinya dengan ponselnya dan si lelaki memandangi cangkir kopinya yang sudah mendingin..

***

Tamat

Sudoku

Sebenernya ini agak random banget. Sebuah kisah yang baru banget ini terjadi dalam hidup gue. Yap, gue baru aja balik dari Depok. Lewat depan komputer buat naro baju kotor dan menemukan bokap gue lagi tampak serius di depan komputer. Iya, emang wajar lah seorang bapak berada di depan komputer dan menaruh tampang serius seperti sibuk mengerjakan sesuatu. Terus kenapa?? Nah, ini nih yang bikin random banget.. Ketika gue pikir bokap gue lagi ngerjain tugas-tugas beratnya, tapi pada kenyataannya yang gue temukan adalah: doi lagi main: SUDOKU!

Iya men.... Iya..! SUDOKU!! Tuh udah gue tebelin lagi dan gue gedein. Sudoku. Itu lhooo permainan merangkai angka-angka supaya ga salah kamar, mirip teka-teki silang tapi ini adalah angka-angka nyusun dari satu sampe sembilan. Ketika gue lewat dan menemukan bokap gue ngerjain soal sudoku level medium di sebuah situs permainan sudoku itu dengan muka seriusnya, gue agak lucu juga. Gue senyum. Berhubung gue lumayan jago main sudoku level medium, akhirnya gue yang baru balik dari Depok langsung narik kursi di sebelahnya dan dengan antusiasnya bantuin dia memecahkan soal sudoku ini. Baru kali ini akhirnya gue bisa asik lagi duduk sebelahan ngerjain sesuatu bareng dan ga pake kaku, bener-bener layaknya hubungan bapak-anak yang gue kengenin. Terakhir gue bisa ngerasa nyaman duduk dan menghabiskan waktu bermain gue berdua sama bokap gue ketika kelas 4 atau 5 SD ketika gue bisa berjam-jam main catur sama doi. Jadi, cerita ini gue anggep sebagai cerita di hidup gue yang lumayan manis. :")

***

Aduh, pokoknya ini kisah manis banget sih bisa duduk sebelahan sama bokap tanpa harus ngerasa ga nyaman karena kekakuan yang selama ini sudah terjalin dan mendarah daging diantara hubungan kita. Kapan-kapan gue mau mengupas kisah gue sama bokap gue di blog. Tapi untuk saat ini, gue akan menceritakan kisah ini duluan buat para pembaca. :")

Jadi, gue ga perlu Indomie lagi lah kaya cerita-cerita orang-orang sebagai perekat hubungan bapak dan anak. Gue sudah sangat berterimakasih untuk Sudoku.

#BahagiaItuSederhana
*Thanks Sudoku*

PS: barangkali ada yang mau iseng main sudoku yang gue dan bokap gue mainin, nih gue kasih linknya >> :  ")

Saturday, July 13, 2013

666

"enam ratus enam puluh lima.."

***

Bar.
Malam itu udara di luar jauh berbeda daripada ruangan tempatku berada. Udara diluar sangat dingin, tipikal udara yang selalu begitu ketika tiap hujan berhenti. Sementara ruangan ini penuh dengan kepulan asap yang mengantri disedot mesin penyedot udara tua itu, dan kau bisa bayangkan betapa gerahnya ruangan ini. Ve, sudah lama duduk menemani kumpulan lelaki tua dengan perut gendut yang tiap kancing kemejanya hampir-hampir lepas karena kegendutannya itu. Lelaki-lelaki itu bukanlah lelaki kesepian, hanya butuh hiburan yang baru dengan gundik-gundik yang beberapa diantaranya kukenal. Salah satunya termasuk Ve, gadis yang sudah 3 tahun diasuh oleh Bella, si Ratu Gundik. Haha, jangan bayangkan Bella adalah perempuan cantik dengan tubuh langsing dan digila-gilai banyak lelaki hidung belang. Tidak. Jauh daripada itu, ia adalah perempuan gendut dan bau, ia hanya wangi ketika ada klien yang datang untuk mencari jasa-jasa gundiknya. Ia tidak mahir berdandan dan memiliki selera busana di bawah rata-rata. Walau demikian, aku sudah 13 tahun bekerja untuknya. Menghasilkan uang yang lumayan banyak hanya untuk menemani perempuan-perempuan kesepian yang ditinggalkan suami, atau sekedar bermain dalam arisan perempuan-perempuan sosialita yang terlalu penasaran atau barangkali terlalu doyan dengan kontol. Merekalah salah satu klien-klien Bella.

Muka Ve hari ini tampak tidak terlalu bersemangat. Sama sepertiku. Alasanku sederhana, aku bosan. Sementara untuk alasan Ve, aku tidak terlalu paham. Mukanya bersungut-sungut, tapi kepedulianku hanya cukup untuk memperhatikannya dari meja bar. Tidak lebih. Aku memesan minuman. Sebotol bir dingin Franziskaner Hefe-Weisse untukku dan segelas Mount Gay Rum dengan cola untuk Ve, kesuntukanku dan malam yang pengap ini. Aku suruh pelayan untuk mengantarkan minumannya ke Ve. Ve menerimanya dan melirikku. Lalu kita bersulang di udara.

"Roe-Ans!"

***

Apartment.
Aku tinggal dalam kemewahan yang barangkali hanya sedikit orang yang mampu menikmatinya di negeri ini. Kemewahan-kemewahan yang aku dapatkan dari kebutuhan perempuan akan perhatian, sedikit belaian, kehangatan pelukan dan ciuman-ciuman palsu. Ah, satu lagi. Hubungan seksual. Siapa bilang perempuan tidak membutuhkan hal yang satu itu? Aha, aku ceritakan sedikit saja rahasia pada kalian, bahwa dalam dasarnya, perempuan memiliki hasrat buas akan percintaan yang berapi-api walaupun pada permukaan ia terlihat begitu tertutup terbalut oleh kepalsuan-kepalsuan atau barangkali tipuan-tipuan yang mereka namakan: kealiman sosial.

Aku bisa saja mendapatkan seluruh rahasia itu, ah barangkali rahasia umum itu dari semua perempuan-perempuan yang sudah aku layani. Mereka yang tidak segan-segan untuk membayarku mahal, mereka yang tidak ragu-ragu memberikan apapun yang aku inginkan walaupun permintaan-permintaan yang tidak masuk akal hanya untuk mendapatkan apa yang tidak mereka dapatkan dari suami atau pasangan mereka. Tentu saja, aku meminta lebih untuk apa yang aku bisa lakukan yang semua orang tidak bisa lakukan. Itulah yang menjadi jawaban akan kemewahan-kemewahan yang aku dapatkan ini. Lidah, adalah kekuatan lelaki sepertiku, dan perempuan adalah makhluk yang paling menyukai kata-kata yang membuat mereka merasa senang, walaupun itu adalah kebohongan. Itulah kelemahan mereka. Mereka sedia untuk membayar mahal kebohongan-kebohongan yang telah menjadi candu itu dan tenang saja aku sangat menikmatinya!

Ah sudahlah, kuceritakan tentang kamar ini. Aku berbagi kamar dengan Ve. Kamarku berada di apartmen kelas premium di wilayah bisnis di Kota ini. Sudah aku katakan di awal tadi, hanya sedikit yang bisa mendapatkan kemewahan seperti ini. Aku takut karena sudah terlalu lama menumpang denganku, hubungan kami akan berakhir menjadi seperti saudara, itu yang aku jauhi. Karena itu, kapan pun aku mau, akan aku ajari bagaimana hubungan diantara kita yang seharusnya terjalin. Pada awalnya, Ve tidak setuju dengan apa yang aku tawarkan. Namun lambat laun, logika bisnisnya juga berjalan dan ia merasa bahwa apa yang aku tawarkan sangat menguntungkan bagi logika bisnisnya. Jadi, kami berdua sepakat untuk menjadikan hubungan kita dalam wilayah kumpul-manusia-yang-butuh-hubungan-seksual-secara-kompromis.

Kami berada di ranjang sekarang. Melakukan beberapa sentuhan awal untuk menghangatkan suasana. Aku menyusuri seluk tubuh Ve yang walaupun sudah ku lakukan ratusan kali tetap tak bosan kulakukan. Belum lama kami membagi kehangatan, ponselku berbunyi. Bella menelponku. Aku biarkan tak terangkat karena aku masih asik menyusuri tubuh Ve dengan bibir dan lidahku. Sesekali lenguhan Ve seperti api yang membuatku tersundut. Suara ponselku berbunyi lagi. Bella menelponku lagi. Ergh, kali ini aku harus menjawabnya karena dari dialah kemewahan-kemewahan ini hadir.

"Ya?"
"Lama sekali kau.."
"Mandi, biasa. Kenapa?"
"Ada klien baru"
"Siapa?"
"Pejabat. Kau harus tau! Ia adalah Ketua salah satu partai politik di negeri ini!"
"Ha? Bella, aku tahu ini sudah larut. Barangkali kau mabuk. Ini nomorku. Bukan nomor Ve"
"Aku tidak sedang mabuk, Clove. Ia meminta kau dan Ve, bermain seks. Ia hanya ingin menonton adegan kalian bercinta secara langsung dan ia bersedia membayar mahal untuk itu"
"Tapi, kita dari dulu tidak melakukan itu.."
"Klien baru, selera baru. Kau tau ia bersedia bayar 80 juta per dua jam untuk ini"
"Gila! Okay, aku dengarkan"
"Kalian hanya cukup bermain seks di depannya. Tidak perlu canggung. Tidak ada rekaman. Tidak ada orang lain, kecuali kalian bertiga"
"Selebihnya?"
"Selebihnya tidak ada. Kalian cukup melakukan apa yang ia inginkan. Kecuali perjanjian diatara kalian yang tidak aku ketahui. Tapi aku akan pastikan bahwa tidak ada perjanjian yang tidak akan kuketahui"
"Bertahun-tahun aku berada diketiakmu dan menghasilkan seluruh kemewahan ini. Bagiku itu cukup, tak butuh yang lebih dari ini. Kau bisa lihat loyalitasku selama ini, kan? Hahaha. Lalu, kapan?"
"Sebisa kalian. Kapan?"
"Okay, besok."
"Kau gundikku yang paling bisa kuandalkan Clove!"

Bella menutup percakapan itu dengan nada antusias. Sementara aku dalam keadaan bingung. Akan mudah bila kukatakan pada Ve tentang ini, karena ia begitu terbiasa melakukan hubungan seksual dengan lelaki atau ditonton lelaki. Sementara aku? Aku terbiasa menjadi satu-satunya lelaki dalam tiap jasa-jasaku yang sudah belasan tahun kulakukan dan menjadi seperti rutinitas. Lalu apa jadinya bila semua adegan percintaan ini dilihat lelaki-yang-lain?

***

Apartment 2.
Kami bertemu pada sebuah tempat. Kami berempat. Aku, Ve, Bella dan si lelaki yang menurut Bella adalah salah satu ketua partai politik di negeri ini, yang memperkenalkan diri sebagai Mr. Fahri. Sayangnya, aku tidak pernah mengikuti perkembangan terakhir situasi politik di negeriku sehingga bagiku ia tak jauh berbeda dengan klien Bella yang lainnya. Makhluk malang kesepian yang memiliki penyimpangan mental dan komitmen. Hanya mungkin, ini pengalaman baru bagiku yang menerima bayaran dari seorang lelaki.

Bella dan Mr. Fahri lalu membicarakan bisnis. Sementara aku masih memandang Ve dengan penuh senyum-senyum penuh tanda. Aku benar-benar tidak biasa ditonton oleh lelaki. Seperti ada keraguan pada diriku sendiri untuk melakukan ini, bahkan untuk bisnis. Tapi uang delapan puluh juta per dua jam adalah logika lain yang lambat laun menutupi keraguanku. Itu adalah logika yang tak masuk logika. Untuk apa ia menyediakan dana sebesar itu hanya untuk melihat adegan kami bersetubuh secara langsung dalam waktu yang bisa saja kami ulur-ulur??

Mr. Fahri lalu menaruh sebuah briefcase diatas meja. Ia membuka isinya dan terlihat tumpukan-tumpukan uang seratus ribu yang berjejer dan wangi uang baru yang sangat khas. Mataku dan Ve langsung tertuju pada uang-uang itu, kami melongo. Katanya, ini masih sebagian dari uang yang disediakan. "Hanya" 85 persen dari yang seharusnya, dan itu termasuk dalam perjanjiannya dengan Bella. Sisanya akan di cairkan via cek, melihat durasi permainan dan kepuasan Mr. Fahri. Ve tampak bersemangat.

"Bagaimana, kita deal Bu Bella?"
"Ah, ustadz. Ini lebih dari cukup sebagai uang muka"
"Hei! Sudah berapa kali saya ingatkan, jangan panggil saya ustad! Panggil saja Mister Fahri!"
"Oh, maaf. Tolong maklumi saya. Usia lanjut memang membuat saya mudah lupa, Mister Fahri. Baiklah, boleh kita tutup perjanjian ini dengan segelas anggur dan sulang?"

Setelah menjabat tangan Mr. Fahri, Bella lalu bergegas menuju bar di apartmen itu. Ia mengambil sebotol anggur, membukanya dan menyuruhku untuk membantunya membawa gelas. Aku langsung sigap membantunya dan kami kembali ke tempat duduk masing-masing. Bella lalu menuangkan anggur di tiap gelas. Menyuguhkannya satu persatu

"Untuk Mister Fahri!"

***

Sudah hampir dua jam kami bermain dan mencoba seluruh gaya yang diinginkan oleh Mr. Fahri. Keringatku dan keringat Ve terus menetes dan nafas kami terus memburu. Ve tampak kelelahan juga. Aku pun demikian. Tapi bayangan uang yang berada di atas meja itu menjadi pelecut kami berdua. Selalu kubisikkan "delapan puluh!" tiap kali Ve memberi isyarat kelelahan. Sementara itu, Mister Fahri sedari tadi menonton kami berdua. Ia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sesekali ia ikut memegang kami berdua dan mengocok kontolnya. Ah, jika bukan karena uang yang amat banyak itu, aku takkan sedia dipegangnya. Jijik. Sesekali Mr. Fahri mengarahkan kami agar melakukan gaya persetubuhan yang ia inginkan. Lenguhan Mr. Fahri ketika bergairah membuatku muak, tapi sekali lagi aku teringat akan bayangan uang yang berada di atas meja itu. Aku biarkan Ve yang melihat Mr. Fahri ketika ia mengarahkan kami, karena aku benar-benar tidak berminat untuk melihat perut buncit dan titit kecilnya itu.

Jam sudah menunjukkan waktu yang ditentukan. Lalu aku diarahkan untuk orgasme di muka Ve. Tak ada kesulitan. Lalu Mr. Fahri ingin Ve menyudahinya dengan melakukan oral sex untuk Mr. Fahri. Aku segera bergegas dari ranjang dan ke kamar mandi. Meninggalkan mereka berdua di atas ranjang. Kubersihkan kontolku di pancuran dan mendengar lenguhan keras Mr. Fahri.

***

Kami cukup lama beristirahat sebelum berlanjut ke sesi kedua. Mr. Fahri seperti orang yang tidak kenal lelah dan tidak mau merugi. Aku menyimpulkan bahwa ada semacam gangguan mental yang orang ini idap. Semacam penyakit yang belum kuketahui istilahnya. Tapi aku yakin, bahwa ini adalah sebuah penyakit atau semacam penyimpangan seksual. Mr. Fahri seperti tidak ingin kehilangan banyak waktu untuk beristirahat dan meminta kami untuk melanjutkan sesi kedua. Kali ini kami diminta untuk menggunakan berbagai properti yang ia telah siapkan sebelumnya. Ia membawa sebuah koper besar yang berisi properti-properti seperti borgol, beragam vibrator, pecutan, dildo, dua pasang kostum dan beragam properti lain yang aku sendiri baru melihatnya.

Lalu, Mr. Fahri lalu meminta sebuah permintaan yang membuat aku dan Ve terkejut. Ia ingin aku melakukan anal sex untuknya. Seketika, bayangan uang yang sedari tadi membayangiku langsung lenyap diliputi rasa geram yang luar biasa. Secara spontan aku menolaknya karena itu tidak dalam perjanjian yang sebelumnya kami sepakati. Bahkan sebetulnya dengan keterlibatan Mr. Fahri dalam permainan aku dan Ve saja sudah melanggar perjanjian kami, namun aku mencoba menahannya dari tadi. Mr. Fahri lalu mengatakan bahwa ia akan memberikan uang lebih untuk itu, sehingga Ve mencoba melerai kami. Ve menawarkan untuk melakukan itu untuk Mr. Fahri menggunakan dildo koleksinya, sementara aku cukup berada di bangku dan menonton mereka bercinta. Mr. Fahri setuju. Lalu mereka melakukan itu di atas ranjang, ergh.. aku jijik melihatnya.

Mr. Fahri lalu menyuruhku untuk menggantikan Ve. Memasukkan dildo yang ada ke dalam lubang pantatnya. Aku benar-benar muak. Aku lalu bergegas mengambil sesuatu dari mantel tebalku dan mendekati ranjang. Menyuruh Ve untuk beralih. Mengambil dildo itu dari anusnya dan memasukkan corong pistol yang selalu aku bawa untuk keadaan-keadaan darurat.

"AAAW!, Mr. Fahri teriak.
"Haha, sakit ustadz? Ini sedikit lebih kecil tapi mematikan! Mau coba?"

Lalu, Dooooor! Doooor! Doooor! Tiga kali letusan. Darah menyiprat ke seluruh wajah dan badanku.


"enam ratus enam puluh enam.. gak nyangka angka bagus dapet barang busuk", gumamku kecil.

***

TAMAT