Sunday, May 3, 2015

Bidan yang Sedang Bersedih.

Halo. Kali ini gue mau nulis rada panjang, mumpung lagi pengen dan sempet. Tulisan ini mau gua alamatkan ke anak yang waktu lahir gue turut membidaninya.


***

Beberapa waktu ini, ya sekitar seminggu ini, gue nulis dengan metafora 'bidan' di twit gue:



Bukan tanpa maksud gue menulis tentang si "bidan" ini. Metafora ini sebenernya mengungkapkan betapa sedih dan kecewanya gue dengan Teater Agora (saat ini), tempat gue mengaplikasikan dasar-dasar teater yang gue punya dan pelajari di Teater Sastra UI dan dasar-dasar filsafat yang gue pelajari di kelas-kelas Filsafat UI.

Teater Agora ikut gue bidani kelahirannya bareng-bareng dengan orang-orang yang ikut dalam produksi pertama Teater Agora kala itu, yang berjudul Balada Sakit Jiwa. Itu tahun 2012, tahun terakhir gue sebagai mahasiswa. HAHA. Kami melahirkan Teater Agora bukan untuk ajang eksis-eksisan (ya walaupun ada sih), tapi gue percaya lebih banyak yang termotivasi untuk belajar disana ketimbang jadi eksis (Soale anak-anaknya udah eksis lebih dulu sebelom di Teater Agora HAHAHA).

Belum lama ini, Teater Agora pentas dengan judul Kudeta/Suksesi. Dari awal proses pementasan sampai menjelang akhir, gue ga pernah dateng dan ngeliat bagaimana proses produksi dibaliknya: dialektika yang terbangun, bedah naskah, trial and error, pendalaman emosi, blocking, olah suara dan semacamnya. Sampai akhirnya gue datang di latihan terakhir dan Gladi Resik dan gue terhenyak melihat hasil akhir produksi tersebut: MENGECEWAKAN SYEKALEE~

Gue ga perlu ngomongin masalah teknis seperti lighting, blocking, intonasi dan artikulasi suara dan sebagainya. Itu terlalu jauh untuk dibahas, bahkan unsur itu tak perlu dibahas saking banyaknya yang harus dibahas lebih dulu. Gue melihat dengan mata kepala sendiri bahwa hampir seluruh pemain yang menunggu lawan dialog. Artinya apa? Artinya tidak ada aksi dan reaksi yang baik. Apa arti tidak ada aksi dan reaksi yang baik? Artinya naskah/cerita tidak dijiwai dengan baik oleh para pemain yang mengakibatkan dialog yang diucapkan tidak disertai keyakinan. Apa artinya itu semua? Artinya pementasan ini palsu.

Emosi yang dihadirkan oleh pemain ini bisa gue katakan emosi artifisial: ketawa harus terbahak-bahak, marah harus dengan nada keras, yang mana emosi seperti itu tidak mengantarkan emosi yang sama kepada penonton. Penonton seperti gue justru malah asyik menonton adegan-adegan ini dengan tidur. Keren ye, ditonton sambil tidur.

***

MINIM KONTROL

Ada kesalahan yang terjadi dalam pementasan Suksesi/Kudeta dan Teater Agora itu sendiri. Dalam pementasan Suksesi/Kudeta, entah yang salah itu dalam penyutradaraan, keaktoran, proses produksi atau bisa jadi kesemuanya. Yang jelas, pementasan Teater Agora kemarin membuat hati gue miris walaupun belakangan mendengar kabar pementasan yang berharga Rp 40.000 per tiket ini laku dijual di kalangan mahasiswa selama 2 hari.

Dari Teater Agora sendiri, spirit Teater Agora ketika pertama dilahirkan bukanlah money oriented. Sekali lagi bukan. Gue dan kawan-kawan bukanlah bidan-bidan yang gila duit. Gue gak meminta apa-apa dari lahirnya Teater Agora ini. Gue cuma pengen Teater Agora berkualitas secara manajemen organisasi dan panggung (Pementasan).

Gue gak hendak mengatakan bahwa para pemegang amanah Teater Agora pada pementasan kali ini terlalu mengedepankan unsur bisnis ketimbang aspek keteateran. Tidak. Yang mau gue kedepankan dalam tulisan ini adalah pentingnya sebuah pementasan mendapatkan kontrol kualitas yang baik. Baik kontrol dari dan terhadap penulis naskah, sutradara, pemain, dan segala unsur pendukung teater tersebut. Gue emang udah lama ga berkecimpung di Teater Agora sehingga apakah kontrol itu ada atau engga, tapi dari yang gue lihat dari output yang seperti ini gue bisa jamin kontrol itu ga ada. Kalaupun ada, kontrol tersebut tidak ketat. Bagaimana bisa sih di latihan terakhir, pemain ga lengkap? Pimpinan produksi yang harusnya datang paling awal dan pulang paling akhir untuk menjaga pementasan ini tidak ada, bahkan asistennya pun demikian?

Buat apasih kontrol-kontrol gini? Spirit awal Teater Agora adalah menjadikan Teater ini sebagai wadah belajar kehidupan, berproses, berdialektika, dan berfilsafat dengan menggunakan teater sebagai katarsis. Bagaimana teori-teori filsafat yang kita dapatkan dalam kelas, nilai kehidupan yang kita dapatkan dalam keluarga atau jalanan kita kawinkan dengan teori-teori teater dan diaplikasikan dalam panggung. Tidak ada yang lebih tinggi satu sama lainnya. Tidak ada yang lebih pintar satu sama lainnya. Semua berhak mengoreksi. Semua berhak belajar. Semua berhak berdialektika. Sehingga output yang tercapai tidak hanya menjadi sebuah pementasan tok.

***

NANGIS GA NIH?

"Lo nonton Agora ga, Haq? Terlalu Vulgar. Gue takutnya orang jijik sama Agora"

Sehari setelah pementasan hari kedua gue dapet Whatsapp demikian walaupun ga persis sama tapi poinnya sama. Gue emang udah pernah memutuskan keluar dari Teater Agora setelah pementasan Waktunya Lelaki, tapi whatsapp ini masih bikin gue sedih. Bagaimana keterikatan itu tidak hanya dirasakan oleh gue pribadi, tapi oleh orang-orang yang masih concern pada Teater Agora.

Masalah emang ada dimana-mana dalam pementasan itu yang mana hal tersebut diamini oleh banyak orang. Tapi gua ga mau bahas lagi apa masalahnya karena bisa abis waktunya. Sekarang yang perlu dilakukan adalah evaluasi menyeluruh. Pemain berhak dan berkewajiban untuk mengetahui dasar-dasar teater yang lebih proper. Sutradara juga berhak dan berkewajiban untuk mengoreksi penyutradaraannya jika dirasa tidak cocok. Banyak hal yang perlu diselamatkan, tapi yang paling utama adalah wadah yang bernama Teater Agora supaya tidak pecah oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Jadi, jika setelah pementasan Suksesi/Kudeta ini masih ada orang-orang yang mengapresiasi positif, maka jadikanlah itu pecutan semangat. Bahwa ternyata Teater Agora masih bisa terselamatkan. Tapi jangan sampai terlena karena ucapan "bagus banget" bisa jadi adalah kalimat paling jahat yang ada di muka bumi ini. Kalimat yang bisa membuat lu gabisa berproses dan belajar lebih baik lagi. Bisa jadi kalimat "bagus banget" membuat 'gelas kita menjadi penuh air dan luber', yang mana sebagai seorang (akademisi, dramawan, filsuf) yang bermain di Teater Agora HARUS mengosongkan gelasnya terlebih dulu.

Poster Suksesi/Kudeta





Sekian sabetan ini,



Dari Bidan yang Sedang Bersedih.






1 comment:

  1. Thanks Haq. Gw baru baca review ini. Sangat representatif (walaupun gw berada dalam produksi juga). Ini refleksi untuk kalian para pendiri Agora. Makanya dari awal jangan cuma mental "bintang"! Jadi binatang kalian. Tidak ada sama sekali upaya membangun pola regenerasi untuk teater agora. Ya gak heran kalau kemudian skill dan logika panggung jadi abai untuk ke depannya. Satu dua orang berusaha untuk memasukkan silabus pelatihan (tanpa menunggu pementasan). Tapi apa daya, buaian masa lalu yang membuat junior2 lebih banyak meniru para pendahulu. Manggung tanpa belajar. Mana sombong lagi salah satunya! Merasa diri paling jago. Apaan? bisanya cuma menclok sana menclok sini.

    Jadi pementasan suksesi kudeta ini persis dengan keberadaan Agora dari awal sampai akhir. Pasar. Kalau sudah tidak ada barang yang menarik, ya ditinggalkan.

    Upi

    ReplyDelete

Kalo mau komen pake bahasa yang santun dan sopan ya saudara-saudari!