Monday, April 25, 2016

25 April 2016

3:45 AM

Semacam rindu kembali nulis di jam-jam segini.
Diliat-liat juga, rindu juga nulis di blog.
Barusan ngecek, tulisan yang masih jadi draft ternyata banyaaaaak banget.
Surat cinta Bang Naga yang barusan gue posting itu ternyata mendem gitu aja dari bulan Januari, sampe gue lupa sendiri tuh mau nulis apa. Untung inget lagi.

Pernah ga sih lo jatuh cinta untuk pertama kalinya, sementara kapital simbolik lo miskin banget sehingga ga ada yang bisa membantu lo menyukseskan perjuangan cinta lo?
Ya, semacam Bang Naga gini. Ga dapet pelajaran formal dari sekolah membuat dia kalah penguasaan modal. Setidaknya pelajaran di sekolah bisa menambah referensi sebagai bahan obrolan dengan si perempuan ini. Belum lagi kapital sosialnya yang miskin perasaan. Hehehe.

Coba gue mau tanya, seandainya lo cewek dan dapet surat dari Bang Naga ini. Menurut lo, surat si Bang Naga ini bakal dibales ga sih?
Kirim jawaban via email (ribet). Hahahahahaha.

***

Ah, apa gue nanti bikin tulisan Proses Kreatif di balik tulisan-tulisan gue ya?
Eh jangan deh. Sebagian kan kode soalnya. Hahahahahah!

Yaudah ah. Segitu aja.

***

Cheeers!

Anggap Saja Surat Cinta

Anggap saja ini surat cinta,
sebelumnya aku ingin kau maklumi dulu usahaku sampai disini.
Aku orang yang tak bisa merangkai-rangkai kata indah,
bukan pula orang yang gemar hambur-hamburkan waktu demi menulis surat cinta.

***

Namaku Naga, peranakan batak. Mamakku Batak, tapi tak jelas bapakku siapa, bagaimana dan darimana. Mamak sendiri bingung aku ini lahir dari bapak yang mana. Tapi kau lihat dari mata sipitku yang tak ada di Mamak, mungkin ini adalah barang peninggalan bapakku untukku. Barangkali dulu mamak mabuk di lapo lalu Mamak dipake cukong-cukong yang biasa mampir di sana.

Sedari kecil, aku hidup di sini, Terminal Kampung Rambutan. Jadi temer atau jadi debt collector. Aku mandi di sini, main kelereng di lapangan kecil dekat masjid itu, dan kencing di sebelah sana. Nah, pohon rambutan yang di sana itu adalah tempat favoritku buang air kencing. Kadang kalau aku terlalu banyak minum tuak di lapo, aku bisa kencing sambil bisa kutulis nama-nama yang sedang terpikirkan olehku di pohon itu dengan air kencingku. Orang mabuk, jadi suka-sukanya lah. 

Aku tak pernah sekolah. Aku belajar dari usahaku sendiri bertemu orang-orang yang pintar. Aku belajar berhitung dari Mamak Loren, salah satu perempuan paling berpengaruh di terminal Kampung Rambutan, selain Mamakku sendiri. Mamak Loren adalah bos temer trayek T19 jurusan Depok - Kampung Rambutan. Aku belajar berkelahi dari Bodat. Tak susah menemukan Bodat, ia paling menonjol karena tattonya ada dimana-mana. Tempat favoritnya adalah di pos depan, dekat pohon meranti yang di salah satu cabang besarnya ada bekas patahan itu. Tapi sekarang ia sedang sulit ditemukan di sini, kecuali kau mau ke Lapas Cipinang. Terakhir kudengar ia membunuh orang lagi. Walau aku tak pernah sekolah, percayalah aku senang sekali belajar. Terutama di Lapo Dame, lapo favoritku.

Sebentar, kau jangan salah sangka dulu. Lapo bukan hanya sekedar tempat minum tuak atau makan saksang! Untuk urusan makanan, kuberitahu di sana ada Arsik dari ikan, ada manuk napinadar yang daging ayam, dan yang terenak adalah dali no horbo! Bah! Jadi lapo itu tak hanya menyediakan babi dan anjing saja. Nah, di lapo pun kau akan bertemu dengan banyak orang Batak dari berbagai macam latar pendidikan. Di sana ada yang sekedar bernyanyi dan berkaraoke, sekedar makan lalu pulang, yang bermain catur, namun ada juga yang senang berdebat. Banyak hal yang kupetik dari semua orang yang berada di lapo. Aku hanya bermasalah pada satu hal. Tak ada orang yang pintar menulis surat cinta di satu terminal ini, bahkan di Lapo Dame tempatku biasa mengisi waktu.

***

Aku sering melihatmu keluar, masuk, naik, turun angkutan umum di terminal ini. Awalnya kulihat tak ada yang menarik darimu. Rambutmu selalu berantakan. Pakaianmu juga biasa saja. Badanmu juga tak bagus-bagus amat. Namun setelah sempat kita papasan, aku langsung jatuh cinta padamu. Tapi siapa pula aku. Siapa pula kau. Aku tak tahu siapa namamu, kau tinggal dimana dan hendak kemana. Yang kutahu hanyalah trayek kau saat masuk terminal dan trayek kau saat keluar terminal. Kau selalu menuju Kalideres, kan?

Panjang lebar kuceritakan tentang diriku, tentang Lapo Dame, dan tentang masa kecilku ini padamu bukan tanpa alasan. Tentu kau ingat beberapa kali sudah aku minta tolong menitip buah-buahan untukmu pada sopir-sopir angkutan umum yang biasanya mengantarmu ke Terminal ini. Tiap kuperhatikan wajahmu selalu tampak kesal, ada apa rupanya dengan buah-buahan itu? Tak cukup segarkah? Atau barangkali sopir-sopir itu meledekmu ya? Sampai kudengar mereka meledekmu seperti monyet, biar kuberi pelajaran nanti. Asal kau tahu, aku memberimu buah-buahan agar kau selalu sehat, supaya setiap hari bisa kulihat kau di terminal ini lagi. Senyumlah lagi, itu pengantar tidurku yang paling manis.

Ah, tapi bukan itu alasan utamaku. Aku ingin berkenalan denganmu. Aku sudah jatuh cinta padamu tatapan pertama. Mungkin papasan yang pertama kali itu kau pasti sudah mengenaliku. Tak ada lagi pria yang sepertiku. Hanya ada satu Naga di Terminal ini, dan itu sudah kupastikan jauh-jauh hari. Tapi kalau kau belum mengenaliku, ya bagus. Artinya kita sama-sama belum saling mengenal. Kuundang kau bertemu besok malam di Lapo Dame, setelah kau selesai kerja atau kuliah atau sekolah. Percayalah, tak ada anjing atau babi diantara kita.

Kalau kau mau bertemu denganku, berilah aku tanda. Pakai baju merah besok. Tunggulah aku di dekat tukang Roti Tan Ek Tjoan, di dalam ruang tunggu Terminal. Kupastikan tak akan ada yang berani mengganggumu di terminal ini.


Sekian,

Naga.

Wednesday, April 20, 2016

Pencuri Yang Tertangkap Basah

Tahun 2009, pernah ada orang yang menulis sesuatu di status facebooknya. Jelas sekali saya ingat betul apa yang ia tulis itu adalah persis buah pikiran yang sempat saya tulis lewat notes facebook. Orang tersebut, junior saya di kampus. Ia memang sempat bilang bahwa ia menyukai apa yang saya tulis. Ya memang hanya kutipan kisah cinta yang remeh-temeh, tapi kamu tau sendiri bahwa menulis bukanlah perkara mudah. Jelas saya damprat dia, dengan baik-baik. Lewat pesan via Facebook.

"Kalau kamu suka tulisan saya dan mau kutip juga, silakan. Tapi, pesan saya kalau kamu mau kutip, jangan pernah lupa kreditnya. Jangan pernah hapus siapa yg nulis. Saya tak berharap terkenal di lingkaran anda. Tapi sebagai penulis, itu adalah respek. Terimakasih"

Ia lalu membalas pesan saya. Meminta maaf, lalu menghapus status tersebut. Tak lama ia memposting status yang sama, dengan bubuhan nama saya sebagai penulisnya.

***

Tahun 2011, pernah ada lagi orang yang mengambil buah pikiran saya. Ia kutip sebagian tulisan saya dalam laman pribadinya yang menurutnya sudah dilihat puluhan ribu kali oleh penikmat tulisannya. Kebetulan orang tersebut kawan dekat saya. Saya sindir halus. "Wih. Kaya kenal nih tulisan ini, pernah liat dimana ya gue?"

Ia tak membalas sindiran saya. Dua-tiga bulan saya cek laman pribadinya lagi, postingan tersebut sudah dihapus. Barangkali ia merasa sindiran tersebut sudah cukup menelanjanginya.

***

Belakangan ini saya lihat beberapa blog dan tumblr yg serta merta menulis apa yang pernah saya tulis tanpa menulis nama saya sebagai kreditnya. Ini juga ketahuan karena saya iseng menulis beberapa rangkaian kalimat dalam tulisan saya sebelumnya ke google dan mendapati tulisan tersebut ada di blog/tumblr lain. Tulisan tersebut diambil baik dari Facebook, Kompasiana, Blogspot, Tumblr, atau sumber tulisan lainnya. Lagi-lagi, hanya pokok tulisan remeh-temeh. Hehe.

Karena saya bukan penulis produktif, yang menulis segala hal seperti orang lain. Tulisan saya hanya seputar apa yang saya lihat dan saya rasa, maka hanya sedikit tulisan tersebut namun saya ingat betul jiwa-jiwa setiap tulisan saya. Saya memang marah dan kecewa melihat ada blog dan tumblr yang demikian, tapi energi saya sudah keburu habis jika harus menghadapi pelaku plagiat ini.

Entah apa motivasinya menjadi pelaku plagiat? Padahal seharusnya menulis adalah mencintai diri sendiri, artinya jujur pada diri sendiri.

***

Saya tak ingin repot-repot mendamprat para pelaku plagiat seperti ini lagi. Biar saja dulu. Kebenaran akan selalu menemukan jalannya sendiri. Sampai sejauh ini, saya biarkan dulu blog/tumblr yg mengutip tulisan-tulisan saya itu bermunculan. Tapi mungkin nanti, bisa saja saya berubah pikiran. So, you better read this before I blacklisted you.