Monday, September 30, 2013

Feelin Good, Nina?

Hello Nina,

Kemaren nama lo sempet kesebut-sebut sama gue. Soalnya ada yang nanya ke gue, bagusan mana elo atau Ella Fitzgerald atau Billie Holiday. Spontan aja gue sebut nama lo, walau diantara kalian bertiga gue juga ga begitu kenal-kenal amat sama kalian. Tapi suatu waktu gue pernah denger lo nyanyiin lagu ini, dan gue serasa James Bond. Nama lo langsung kepatri banget, walaupun gue bukan tipe orang yang cepet dan gampang ngafalin judul lagu. Makanya waktu pas dia nanya, “lagu Nina Simone yang mana?” gue langsung jawab gue lupa. Haha.

Sekarang gue ga tau lo lagi ngapain di alam barzah, sembari nunggu Allah nyelesaiin kiamat. Mungkin lo lagi nyanyi Feeling Good di depan malaikat Rakib sama Atid atau lo lagi duduk termangu bengong bosen nungguin kiamat yang gatau kapan bakal terjadi. Sabar aja deh ya. Tapi kalo misalnya lo ada waktu senggang di waktu penantian lo ini dan ada waktu ngintip orang internetan, coba deh search tumblr gue dan baca tulisan ini. Karena mulai pagi ini gue ngefans sama suara “kelam” lu, dan ga bakal ngelupain lagu lu yang ini untuk yang kedua kalinya. Hehe.

Yaudahsip. Ngopi-ngopi dulu gih sana lu.

*Cheers!*.

Link Lagu: (Di klik aja sini, ini bukan virus kok sumpah deh, beneran. Ini link ke tumblr guaa.. disini gabisa posting lagu soalnya..)

Sunday, September 29, 2013

Anak-Anaknya Semog Part I

Udah pada tau kan kalo gue pelihara landak laki dan yang ternyata bisa melahirkan? Well, pada akhirnya gue tau kalo gue kena diboongin, haha karena landak yang gue beli itu ternyata landak perempuan dan sedang hamil. Namanya Semog, landak perempuan jenis Brown Snowflake, melahirkan 3 anak yang entah siapa bapaknya.

Beberapa hari lalu gue melakukan sesi foto-foto dikit dengan beberapa anaknya karena udah masuk waktunya buat boleh megang anak-anak landak mini.. :D Dari ketiga anak landak itu, dua diantaranya jantan dan satu betina. Yang jantan gue kasih nama Sibill dan Sidvi, sementara yang perempuan gue kasih nama Siouxsie. Namanya gue ambil dari pentolan-pentolan musik punk dunia. Sibill gue ambil dari Billie Joe Armstrong, pentolan band Greenday. Sidvi gue ambil dari Sid Vicious, pentolan band Sex Pistols. Sementara Siouxsie gue ambil dari nama pentolan band Siouxsie and The Banshees. Sibill dan Siouxsie anak kembar yang identik, cuma beda kelamin. Duri mereka lebih banyak bagian gelepnya daripada Sidvi. Kayanya gen bapaknya dominan di Sibill dan Siouxsie. Sementara si Sidvi, lebih mirip ibunya yang kebanyakan duri putih.

Tapi diantara semua foto yang gue pengen upload, cuma ada satu foto yang bener-bener pengen gue kasih liat karena ini ajaib bangeeet! Kalo menurut lo ini biasa aja, ya silakan sih.. Tapi gue pas liat foto ini langsung ketawa ngakak.

Gue tadinya mau narsis gitu sih, sama anak-anaknya Semog yang gemes-gemesin ini. Terus gue ambillah pocket camera buat ngambil foto. Cekrek. Pas gue liat hasilnya, gue langsung liat muka-muka anak landak mini itu. Yee, pada ngadep ke depan semua. Berarti ga usah ngambil gambar lagi. Sampe disini gue masih ngerasa ga ada yang salah dengan landak-landak itu.....

Me with Semog's Children
Terus gue zoom ke arah landak-landak itu.....

Sibill, Siouxsie, Sidvi.
Setelah gue zoom lagi.... gue baru sadar, kalo satu landak yang setipe sama ibunya, Sidvi, masang pose senyum manis. HAHAHAHAHA.

Manis ga coy senyumnya?

Ajaib kan?! Hahahaha. Yaudah segitu aja dulu deh, kapan-kapan gue ceritain sesuatu lagi.

*Cheers!*




Monday, September 23, 2013

Lebaran Part 2




Bagi sebagian orang, Muntilan adalah sebuah tempat yang asing, tidak terkenal dan tidak terlalu terekspos dengan begitu baik. Sepertinya betul, jika pendapat itu muncul 10-15 tahun yang lalu dimana internet belum muncul di dunia. Bagi gue sendiri, Muntilan bukanlah sebuah tempat yang asing. Justru tempat yang asik.

Hampir setiap tahun, di masa kecil gue, gue pulang kampung ke Muntilan. Muntilan adalah sebuah kecamatan di Magelang, Jawa Tengah (15 Kilo dari Magelang, 25 Kilo dari Yogya) tempat mbah kakung dan mbah putri tinggal. Mereka adalah orangtua dari bokap gue, yang berlima-belas saudara. Tapi ketika mbah kakung dan mbah putri udah meninggal, Muntilan bukan lagi tempat kumpul-kumpul tahunan.

Baru tahun 2013 ini, kami akhirnya kembali lagi ke Muntilan dan berlebaran di sana. Well, gue ga mau nyeritain masalah remeh temeh lebarannya kaya gimana. Standarlah. Keluarga besar kumpul, Makanan enak, berkuah santan, dan berlemak ada dimana-mana. Hahaha. Di sini, gue cuma mau ngasih tau bahwa lebaran di Muntilan tahun ini adalah sesuatu yang berbeda banget daripada tahun sebelum-sebelumnya. Lebaran tahun ini membawa banyak dampak positif dari segi spiritual maupun segi sosial terutama, bagi gue sendiri.

Tahun ini, gue sholat ied di Lapangan Pasturan. Letaknya masih ada di Muntilan, tapi sebenernya, itu adalah wilayah yang kanan-kirinya banyak bangunan mirip gereja walaupun pada nyatanya itu adalah bangunan dari komplek Misionaris Muntilan. Muntilan memang dikenal sebagai pusat persebaran Katolik terbesar di Jawa Tengah, walaupun pengaruh Islam lewat Muhammadiyah juga besar disana. Jejak Katolik di Muntilan dicatat lewat persebaran yang dilakukan Romo Van Lith.

Satu hal yang bikin gue kagum adalah bagaimana Muhammadiyah bisa menjalin kekerabatan dan kekompakan dengan para warga yang umumnya beragama non-Islam (di tempat itu), dan bagaimana para warga di tempat itu sangat toleran dan sangat terbuka berbagi perayaan umat Islam ini. Bayangin aja, penggunaan sound system yang sangat banyak membuat suara takbir berkumandang dengan megah tapi warga non-Islam yang berada di sana tidak merasa terganggu, justru beberapa ada yang membantu menjadi panitia pelaksanaan Sholat Ied ini dengan menjadi juru parkir, membagi koran kepada jamaah, memberikan lahan parkir, memberikan tempat bagi jamaah yang tidak kebagian tempat sholat, dsb. Sungguh-sungguh sesuatu yang layak dipuji dan patut ditiru, ketika kita hidup dan dihadirkan pada banyaknya ormas-ormas keagamaan yang mengatasnamakan Islam sekarang-sekarang ini justru lebih mengedepankan aksi konfrontatif bagi mereka yang berbeda ideologi.

Abis sholat ied, gue masuk ke dalem komplek itu. Di dalemnya ada gereja, ada museum dan beberapa tempat belajar buat pastor dan lapangan yang diperuntukkan pada saat itu untuk parkir kendaraan jemaah yang sholat ied. Arsitekturnya masih Belanda banget, mungkin ga diubah sama sekali. Gue sempet foto-foto di sana karena mataharinya lagi bagus banget. Yaudah deh, nih beberapa foto yang gue ambil dari dalem komplek tersebut.



Patung Romo Van Lith untuk mengenang jasa beliau yang telah menyebarkan Katolik di Jawa.

Van Lith dengan latar belakang Museum Misi Muntilan

Segitu aja dulu tulisan telat gue kali ini. Hehe. Minal Aidin Wal Faidzin. Klise sih, tapi semoga kita bisa selalu toleran pada yang berbeda agama dengan kita.

Minal Aidin Wal Faidzin
*Cheers!*














Saturday, September 21, 2013

Satu Lagu Blues

Babe, I'm Gonna Leave You. I said baby, you know I'm gonna leave you. I'll leave you when the summertime. Leave you when the summer comes a-rollin. Leave you when the summer comes along. Baby, I wanna leave you. I ain't jokin' woman, I got to ramble. I believin' we really got to ramble. I can hear it callin' me the way it used to do, I can hear it callin' me back home. Babe, I'm gonna leave you

I know, I never never never gonna leave you babe. But I got to go away from this place. I've got to quit you. I know it feels good to have you back again and I know that one day baby, it's really gonna grow, yes it is. We gonna go walkin' through the park every day. Come what may, every day. It was really, really good. You made me happy every single day.

But now, I've got to go away.


#np Babe, I'm Gonna Leave You - Led Zeppelin

Tuesday, September 17, 2013

Review The Conjuring

Haaai!

Kali ini gue mau nulis sedikit review tentang film yang menurut orang paling serem di tahun 2013 ini, The Conjuring. Jadi gini, dini hari tadi gue nyobain nonton The Conjuring via DVD sendirian. Karena dari jaman-jaman liburan lebaran kemaren gue udah pengen banget nonton tapi ga kesampean juga sampe akhirnya ilang peredarannya di bioskop.



Gue emang suka nonton film horor atau misteri gitu, karena.. emm.. ya emang seru aja sih nonton film horror. Hahaha. Jadi gue ngerasa tergelitik ketika denger komentar orang-orang yang nganggep film Conjurin ini serem abis bahkan website rating film macem RottenTomatoes.com bisa ngasih nilai yang bagus untuk film ini.

Oke, jam setengah tiga pagi, gue mulai menonton film ini setelah selesai nonton berita-berita update hari itu di Trans 7. Gue nonton sendirian, karena abang ipar gue ternyata udah nonton duluan jadi dia tidur, ga nemenin gue. Bagi gue nonton sendiri atau berdua atau bertiga atau rame-rame bukan jadi soal. Justru malah lebih asik nonton film horor sendirian karena ga bakalan keganggu sama teriakan-teriakan kaget penonton lain, jadinya kita bisa lebih khusyuk dalam mengamati setiap adegan.

Oke. Setengah jam pertama gue nonton film ini, gue emang cukup kebawa atmosfir film ini yang apik. Jujur sih gue sempet kaget sekali pas Caroline diajak main petak umpet di ruang bawah tanah itu. Sekali itu doang gue kaget. Asli. Pas tiba-tiba ada tangan yang tepok tangan muncul di belakang Caroline. Tapi atmosfir itu keganggu setelah kemunculan makhluk gaib di atas lemari. Setelah itu... Buyaaar semua. Padahal film belom setengahnya main.

Entah kenapa, ini ga sesuai dengan ekspektasi gue tentang unsur film horor yang asik. Setelah kemunculan muka makhluk gaib yang nyerang salah satu anak perempuan itu, gue udah males banget nonton The Conjuring ini. Film itu terlalu jelas menampilkan perwujudan makhluk gaib yang enggak serem sama sekali. Interpretasi penonton tentang makhluk gaib (yang justru bisa lebih serem) malah diterjemahkan blak-blakan banget oleh sutradara sehingga letupan-letupan adrenalin penonton yang nebak-nebak secara subjektif tentang perwujudan makhluk gaib itu jadi enggak ada sama sekali. Buyar. Hilang.

Hal lain yang bikin kecewa berat adalah pengeksekusian ending film. Akhir film ini terlalu "mudah" bagi film yang sudah mengkonstruksikan cerita awal yang demikian ribet dan rumit. Ending film ini ga mengakhiri misteri apapun yang diceritakan di awal film. Entah ini adalah strategi produser film yang menginginkan lanjutan film ini jadi The Conjuring 2 kaya tren film Hollywood sekarang-sekarang ini, tapi akhir film ini sungguh tidak layak dijadikan ending. Oke, kalo film ini based on true story tetep aja film ini kurang menarik karena sebenernya dengan ending yang seperti itu, film ini justru baru dimulai ketika si Lourraine lagi ngejemur seprei dan tiba-tiba mendung, terus salah satu sprei terbang dan ngebentuk badan, terus tiba-tiba ada makhluk gaib di kamar dan ngerasukin Caroline, si Ibunya anak-anak. Disitulah menurut gue film The Conjuring ini baru bener-bener mulai, seolah konstruksi awal yang dibangun di awal cerita gak guna sama sekali.

Selesai nonton, kira-kira jam setengah lima pagi. Gue solat subuh, terus bobo sambil kesel. The Conjuring sama bikin keselnya ketika gue nonton film Insidious yang juga digadang-gadang film paling serem dan nyatanya enggak serem sama sekali.

Judul Film: The Conjuring
Sutradara: James Wan
Tahun Film: 2013
Produser: Peter Safran, Rob Cowan, Tony DeRosa-Grund
Genre: Horror, Mystery
Pemain: Patrick Wilson, Vera Farmiga, Ron Livingston
Durasi: hampir dua jam.

Nilai: 7.6/10

Zsonic (Semog) dan Anak-anaknya

Ada baiknya gue kasih tulisan gue yang ini -> klik aja deh sini <- sebagai pengantar lo baca tulisan ini.

Yup, kali ini gue bakal bahas landak peliharaan gue, yang gue namain Zsonic. Ketika itu tanggal 8 September 2013. Gue berniat untuk ganti tempat makanan dan minuman yang ada di kandang Zsonic. Kebetulan kandangnya ga gue lapisin beeding atau serbuk kayu karena gue belom nemu beeding yang cocok aja gitu buat landak gue. Sebagai ganti ga pake beeding itu, gue kasih dia serbet pasar. Nah, pas mau ganti serbet Zsonic itu betapa kagetnya ketika gue liat dipantat Zsonic ada daging-daging yang keluar gitu. Tadinya gue kira pantatnya kena ujung tajem dari kandangnya, tapi waktu bikin kandang gue udah pastiin bahwa ga ada satupun bagian yang tajem dan bikin Zsonic bahaya. Gue kira pantatnya robek atau semacam itulah. Tapi setelah gue perhatiin lagi...

ZSONIC MELAHIRKAN!!!

Gue kaget minta ampun. Pertama karena waktu pertama beli, gue dikasihtau sama penjualnya kalo landak yang gue beli itu berjenis kelamin laki-laki. Nah, berhubung laki-laki makanya langsung gue namain Zsonic. Karena emang gue ambil dari karakter kartun Sonic the Hedgehog. Gimana mungkin landak jantan bisa punya anak woy! Gue pikir gue masih ngigo, sampe akhirnya gue lari ke dalem rumah dan ngadu sama nyokap gue kalo si Kusnan (nyokap gue manggil landak gue Kusnan.. -___-" ) melahirkan dan punya anak. Nyokap gue akhirnya juga ngecek kandang dan dia juga kaget-kaget seneng. Gini men, waktu pertama beli, gue langsung ngecek bedanya landak cewek dan landak cowok. Nah, satu yang bikin gue percaya kalo landak yang gue beli adalah cowok adalah sebuah daging numbuh yang berada di dadanya. Itu daging gue pikir adalah kontol si landak. Jadi, ya kaget lah gimana caranya makhluk berkontol punya anak! Landak gue kan bukan kisah cerita di film Junior (yang diperankan Arnold Suasanazeger). Hal kedua yang bikin kaget adalah kalo iya landak gue ternyata cewek, siapa yang hamilin!? Masa iya dia kaya Siti Maryam yang ditiupin roh dan akhirnya punya Isa Almasih tanpa dipersuami?

Pokoknya ini serba aneh men. Jadi hamillah yang jadi jawaban mengapa landak gue badannya semok banget.

Gue akhirnya googling dan nyaritau gimana seekor landak bisa hamil dan melahirkan. Oke landak mini membutuhkan waktu sekitar 35-42 hari untuk proses hamil dan melahirkan. Dari penjelasan ini, gue udah mikir bahwa semua ini bisa make sense. Gue beli landak mini gue di Magelang pada tanggal 9 Agustus 2013, dan landak gue melahirkan pada tanggal 8 September 2013. Udah hampir satu bulan Zsonic gue pelihara dan dalam kondisi hamil. Berarti pas gue beli itu, dia udah sekitar 5-12 hari hamil. Waktu beli di Magelang itu emang si Zsonic berada dalam satu aquarium dengan dua landak lainnya. Yang satu jenisnya sama kaya Zsonic, satu lagi landak mini jenis albino. Kedua badan landak itu lebih kecil daripada Zsonic, tapi yang albino yang paling kecil. Hmm. Makanya, ini pesan moralnya: kalo kalian kumpulin landak cewek sama cowok, kemungkinan hamilnya cepet. Karena apa.. karena landak itu telanjang. Kalo pake baju pasti ga akan secepet itu deh men prosesnya.. Pasti harus kenalan dulu, pdkt dulu, buka-buka dulu, ah lebih ribet deh intinya.Makanya, buat kalian manusia, bersyukur ya kalian udah bisa nemuin teknologi sederhana bernama pakaian. Hahahahaha.

Tapi meeeeeen, ibu-ibu hamil udah gue bawa pergi jauh-jauh dari Magelang-Jogja-Jakarta-Bekasi lewat jalur darat. Betapa tangguhnya landak mini gue ini! Woohoo!

Sekarang dia udah punya keluarga baru. Udah jadi kewajiban gue buat ngegedein kandangnya lagi demi anak-anaknya. Dengan berat hati, namanya gue ganti karena ternyata daging numbuh yang ada di dadanya itu bukan kontol tapi puting susu. Bye Zsonic. Tapi namanya tetep Semog. Semog on the Water. Hahaha.

Semooooog! Selamat punya anak baru yaaaa Semog!





PS: Anak landak mini mirip gitu kaya bulu babi tapi warnanya putih sik.. Haha.

Monday, September 9, 2013

Because Every Girl Deserves Flowers

Gue adalah tipe lelaki yang sebenernya ga pernah suka bunga dan ga pernah bisa memahami orang yang suka dengan bunga. Bagi gue, mendingan lo piara binatang yang jelas bisa diajak interaksi, sementara bunga? Ga bisa diajak interaksi sama sekali. Waktu itu wisuda, gue ga pernah minta dikasih bunga karena kesian. Tapi beberapa orang ngasih gue bunga, umumnya mawar merah. Mereka dipetik untuk dijadikan simbol selebrasi lalu dikasih ke gue yang ga suka bunga. Meeen, mending sekalian kasih kado apa gitu yang bisa long lasting ketimbang bunga gitu yang 2-3 hari bakalan mati kering.
Kemaren, waktu wisudaan ada yang minta dibawain bunga. Tadinya gue udah mau bikinin bunga dari kardus dan dikasih buat hadiah wisuda biar bisa disimpen lama. Tapi setelah itu gue berpikiran kalo ga setiap orang bisa punya pemahaman yang sama kaya gue. Well, lagi-lagi gue harus menyesuaikan dengan pemahaman mereka. Gue mencoba untuk memahami bahwa bunga punya efek yang luar biasa walaupun ga bisa disimpen selama-lamanya. Biar waktu hidupnya singkat, tapi efeknya luar biasa melekat. Because every girl deserves flowers, maka dari itu gue kasih dia bunga yang diinginkan.

Setelah itu, gue ngerasa bahwa ngasih bunga bisa bikin perempuan senang. Maka dari itu, tiap weekend dari sebulan yang lalu, kalo sempet, gue ngasih bunga yang gue suka ini. 
 Ini bunga Casablanca Lily/Lily White, spesial buat perempuan yang gue sayangin: Nyokap.

*Cheers!*
Link Foto: http://nihaqusyuhamus.tumblr.com/image/60743699038

Monday, September 2, 2013

#Catet2

"Skills win you medals, but attitude wins hearts"

Kamera Bang Tuli

Sebut aku dengan nama depanku saja Berkah. Karena aku benci nama belakangku, yang diwariskan dari nama bapakku, yang sudah aku hapus semenjak lima belas tahun yang lalu semenjak bapak selalu menjambakku ketika bapak sedang mabuk atau ketika bapak selalu menyundutku dengan kreteknya saat aku melakukan hal yang menurutnya salah. Kejadian-kejadian itu selalu membuatku trauma, sampai aku memutuskan untuk minggat dari rumah setan itu. Aku tak peduli lagi dengannya setelah itu. Tak peduli ketika ia sakit. Tak peduli ketika ibu juga meninggalkannya. Ia sudah aku hapus dari hidupku semenjak aku memutuskan minggat.

Aku pindah ke kota sejak itu. Meninggalkan ibu dan kedua adik-adikku, Cahaya dan Mulyana. Rasa benci pada bapak juga mengorbankan cintaku pada Asih, aku harus rela meninggalkannya. Aku hanya pesan supaya Asih mau menungguku dan memahami kondisiku. Aku bilang aku mencintainya sampai satu diantara kami mati. Standar. Seperti apa yang aku tonton dan pelajari dari sinetron di televisi.

***

Aku bertahan hidup semampunya dengan cara mengamen. Dua bulan pertama di kota, aku tinggal tak tentu. Kadang di bawah jembatan, kadang di lokasi proyek bangunan. Nasib paling baik tidur di sofa kelurahan. Lumayan. Syukurnya, rasa iba masyarakat kota ini masih lebih besar daripada kota-kota besar lainnya, setidaknya itu yang kutahu dari pengalaman Amir temanku yang penjaja koran.

Uang tabungan yang pelan-pelan kukumpulkan berbulan-bulan akhirnya mampu kuubah jadi kamar kecil yang dapat kutinggali dengan layak serta gitar yang kusayang dan menemani ngamen kemana-mana. Nasib baik mungkin masih mengiringi hidupku yang menyedihkan ini. Atau jangan-jangan takdir memang telah menggariskan bahwa memutuskan tali silaturahmi dengan bapakku yang kafir itu lebih baik daripada hidup diperdaya olehnya.

Dua tahun aku menggantungkan hidup dengan mengamen. Banyak saingan memang di kota ini. Namun, kami saling memahami. Kami tak ribut masalah wilayah atau hal sepele lainnya. Kalaupun ada pengamen lain yang ngotot mengusirku dari wilayahnya, paling ada satu dua. Aku pun mengalah, toh rejeki ga akan lari kemana. Tapi lumayan juga hasil mengamen yang aku geluti, selain untuk menutupi kebutuhanku sehari-hari, sedikit sisa uangnya aku tabung dan kuambil sedikit untuk kredit motor. Walaupun kredit motor bekas, tetap saja kendaraan ini masih bisa kuandalkan kalau ada urusan yang jauh-jauh. Sebenarnya, aku tak mau terus-terusan mengamen. Nasib baik mungkin masih mengiringi hidupku yang menyedihkan ini. Aku dipertemukan oleh orang-orang yang masih punya kebaikan di kota ini. Hanya sedikit memang jumlahnya, tapi mereka semua sudah membantuku banyak, dan itu cukup. Aku dapat banyak informasi tentang peristiwa di dunia ini, mulai dari politik luar negeri hingga intrik keluarga selebritis karena Amir selalu membaca berita dari koran yang ia jajakan. Katanya, ia harus tahu persis apa yang ia jual sehingga ia harus membaca dulu seluruh isi berita yang disajikan koran-koran setiap harinya. Idealisme seorang penjaja koran. Lalu aku belajar banyak tentang komputer dan edit foto dari Bang Tuli.

Bang Tuli, perantauan dari Medan. Namanya memang tak lazim tapi ia asli Medan. Sebagai bagian dari orang Medan, yang tak terlalu banyak mengesankan hidupku, aku rasa Bang Tuli merupakan minoritas dari kelompoknya tersebut. Ia baik, ramah dan sama sekali tidak pernah berperangai buruk. Berbeda dengan Frans misalnya yang selalu ugal-ugalan membawa metromini atau Batak misalnya yang selalu menebar paku di jalanan. Bang Tuli juga seorang fotografer pernikahan, profesi yang jarang diambil seorang perantauan dari Medan. Tiap minggu aku suka diajaknya ikut sebagai timnya ke pernikahan-pernikahan orang yang menggunakan jasanya. Aku membantunya memegangi tiang lampu kamera atau menggulungi kabel, selain menghabiskan makanan kondangan tentunya. Dari sini, semua cerita bermula.

***

Aku mulai menyukai pekerjaan baru ini. Setiap hari aku ngamen kecuali Sabtu dan Minggu. Di hari itu aku ikut Bang Tuli. Tak ada libur dalam kamusku. Setiap hari aku harus mengolah waktu agar menjadi uang dan uang. Aku pikir itu memang menyiksaku, namun aku tak tahu apa yang terjadi di masa depanku. Jadi biar saja aku tak punya waktu yang cukup di masa muda supaya nanti di masa tua tinggal leha-leha dan foya-foya. Persetan warisan. Anakku harus bekerja keras, nantinya. Aku hanya akan memberinya investasi pendidikan dan tak akan lebih agar ia jadi orang yang kuat bersaing dengan orang kota lainnya.

Nasib baik mungkin masih mengiringi hidupku yang menyedihkan ini. Bang Tuli mulai menyukai apa yang aku kerjakan. Ia tahu aku bisa nyanyi, sehingga kadang ia menyuruhku untuk menyumbang satu lagu untuk mempelai. Setelah itu pekerjaanku nambah satu, selain gulung kabel dan megangin tiang lampu video kamera serta menghabiskan makanan undangan tentunya. Hehe. Setiap akhir minggu, aku bertemu banyak orang baru. Ternyata banyak mempelai yang menyukai suaraku dan merekomendasikan tim Bang Tuli kepada rekan-rekan mereka yang mau nikah. Mulai saat itu, order Bang Tuli meningkat pesat. Bang Tuli juga mulai memperkenalkan aku dan mengajariku memotret. Ia ajari aku fungsi dari tombol-tombol rumit yang berada di badan kameranya itu dengan sabar. Lalu, aku dipinjamkan satu kameranya untukku belajar.

Dari situlah aku mulai membawa kamera digital itu kemana-mana. Lihat, bidik, jepret. Lihat, bidik, jepret. Hasilnya aku pamerkan pada Bang Tuli sepulang berburu objek. Kebanyakan hasilnya gambar perempuan lewat. Bang Tuli tertawa ketika ia lihat satu gambar perempuan dengan muka sedang masam. Sepertinya perempuan itu sedang bertengkar dengan pacarnya dan tak sengaja aku mengambil ekspresinya yang sedang masam itu.

***

Hari itu, hari pertama Bang Tuli mempercayaiku untuk mengambil gambar mempelai. Perasaanku campur aduk saat Bang Tuli memberi briefing awal. Tentu senang, tapi aku belum terbiasa untuk mengambil gambar pengantin yang sudah terkonsep dan harus disiplin mengambil gambar sehingga rasa gugup mulai menghampiriku. Aku tak tahu siapa yang akan jadi pengantin nanti, tapi aku harus melakukan yang terbaik. Aku harus mengambil semua momen berharga demi kepuasan pengantin. Aku terus berpikir tentang konsep, rencana dimana pengambilan letak posisiku nantinya dan segala halnya selama perjalanan dari tempat Bang Tuli menuju gedung pernikahan.

Kami akhirnya sampai gedung yang masih sepi dan hanya diisi oleh keluarga kedua pengantin. Menata segala peralatan dokumentasi dan peliputan. Aku banyak meminum kopi karena malam sebelumnya aku kurang istirahat. Entah kenapa aku susah tidur malam itu. Padahal setiap sebelum kerja aku pastikan untuk cukup istirahat supaya tetap segar dan bugar. Syukurnya, kopi membantu membuatku lebih awas karena zat kafeinnya. Aku juga sesekali membidik dan mengetes kamera, merencanakan tempat bidikan yang tepat.

Pukul 09.00 WIB. Acara akad akan segera dimulai. Prosesi akad dilakukan dengan cara Islam. Pengantin pria sudah berada di tempatnya. Duduk tegap dengan mata tajam. Senyumnya simpul tak banyak terumbar. Mungkin ia menyimpan kegugupan dibalik sana. Ia seorang pengusaha tekstil kaya raya bernama Suwandi. Didepannya, terdapat sebuah meja besar yang diatasnya terdapat beberapa hiasan dan mikrofon. Wali nikah dan para saksi juga sudah duduk mengelilingi pengantin. Hanya kursi mempelai perempuan dan penghulu yang masih kosong karena dua alasan berbeda. Penghulu belum hadir di tempat, sementara pengantin perempuan baru akan dihadirkan setelah proses ijab-kabul selesai. Pukul 09.12, penghulu datang dan akad nikah segera dimulai. Aku juga langsung membidik semua momen dan semua orang yang hadir dalam acara itu. Tak satupun yang luput dari bidikan kameraku.

Prosesi akad berjalan cepat. Penghulu lalu memanggil mempelai perempuan yang sedari tadi menunggu di sebuah bilik kecil yang berada di pojok gedung itu. Aku menunggu mempelai itu tepat di depan pintu masuknya. Beberapa keluarga yang mengiringi mempelai perempuan mengawali proses keluarnya sang pengantin. Aku langsung membidik momen itu dengan lensa kameraku. Cekrik. Cekrik. Cekrik. Hingga jepretan kelima aku baru menyadari suatu hal yang semenjak pagi tadi tak aku sadari....

Dia adalah Asih.
Pengantin perempuan itu.
Ia kekasihku yang kutinggalkan dua tahun lalu.
Aku berhenti membidik kali ini.
Membeku.
Karena tajamnya mata lensa seribu kali lebih menyakitkan dari mata pisau yang menghujam mataku.

Asih melihatku. Ia berhenti berjalan. Kami berdua terpaku memandang diri kami masing-masing. Tidak. Kami tidak terpaku dengan cara yang paling romantis kali ini. Semua mata memandangi kejadian ini. Senyum yang daritadi Asih umbar di wajahnya menjelma keterkejutan. Aku membelakangi Asih dan segera bergegas menuju Bang Tuli. Aku serahkan kamera itu pada yang berpunya. Aku lalu pamit pada Bang Tuli, tak menjelaskan apa-apa kecuali bilang aku tiba-tiba sakit. Aku pergi meninggalkan gedung itu. Persetan dengan prinsipku sendiri yang baru aku niatkan pagi tadi. Persetan melakukan yang terbaik untuk mempelai. Persetan dengan semuanya. Perasaanku campur aduk. Mungkin ini jawaban tentang firasat kenapa aku malam sebelumya menjadi gelisah tanpa alasan.

***

Aku kembali ke kampung halamanku. Memandangi nisan bapak dan ibuku. Mendoakan agar dilapangkan kuburnya dan memaafkan segala kekurangan mereka. Aku bersihkan makam mereka dari tumbuhan liar yang tumbuh di atas tanahnya. Aku lalu menyuruh seorang penjaga makam untuk menanam sebuah nisan disamping makam ibuku. Nisan marmer yang kupesan dari hari pertama kedatangan kembali ke kampung halamanku ini. Asih. Begitu tulisan yang berada pada nisan itu.

Aku tanam sebagai simbol dukaku kehilangannya untuk selamanya.

***

Tamat.

Nihaqus Yuhamus
Bekasi, 2 September 2013.