Tuesday, October 29, 2013

"Pesan Pencopet Pada Pacarnya" dan "Kepada M.G"

Sajak "Pesan Pencopet Pada Pacarnya" dan "Kepada M.G" ditulis W.S Rendra dalam antologi puisi Blues Untuk Bonnie (Pustaka Jaya, 1971). Gue nemu antologi puisi ini secara ga sengaja di rak buku bokap gue dan semenjak pertama kali liat dan baca gue jadi jatuh cinta. Sebenernya gue jarang membaca sajak-sajak penyair hebat macem Rendra ini, tapi setelah gue baca dan terutama sajak Pesan Pencopet Pada Pacarnya dan Kepada M.G gue langsung komentar: Ini gokil, Liar dan nakal!

KEPADA M.G

Engkau masuk kedalam hidupku
disaat yang rawan.
Aku masuk kedalam hidupmu
disaat engkau bagai kuda
beringas
butuhkan padang.
(Dan kau lupa siapa nama mertuamu)
Kenapa bertanya apa makna kita berdekapan?
Engkau melenguh waktu dadamu kugenggam.

Duka yang tidur dengan birahi
telah beranak dan berbiak.
Ranjang basah oleh keringatmu
dan sungguh aku katakan:
engkau belut bagiku.
Adapun maknanya:
meski kukenal segala liku tubuhmu
sukmamu luput dari genggaman.

Telah kurenggut engkau
dari kehampaanmu
dari alkohol kota New York
dari fantasi lampu lampu neon
dan dari pertanyaan-pertanyaanmu
yang lesu naik turun elevator.
Engkau kuseret
kulekapkan pada keperawananku
pada kemuakanku terhadap lapar
pada filsafat pemberontakanku
pada sangsiku.
Astaga, rambutmu yang blonda
sungguh asing
dan membawa gairah baru padaku.

Sebagai bajingan
aku telah kau terima.
Engkau telah menyerah.
Sebagai perahu kaubawa aku
mengarungi udara yang gelisah
karna nafasmu yang resah
dan tubuhmu yang menggelombang

Hidup telah hidup menggeliat.
Waktu gemetar dalam ruang yang gemetar.
Ketika bibirmu mengering dan memutih
dan kuku-kuku jarimu menekan pundakku
kupejamkan mataku.

Hidupku dan hidupmu
tak berubah karenanya.
Masing-masing punya cakrawala berbeda.
Masing-masing punya teka-teki sendiri
yang berulang kali menggayangnya.


SAJAK PESAN PENCOPET PADA PACARNYA

Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
Tak‘kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu (melamarmu)

(Lelawa terbang berkejaran
tandanya hari jadi sore.
Aku berjanji di kamar mandi 
tubuhku yang elok bersih kucuci. 
O, abang, kekasihku
 kutunggu kau di tikungan
 berbaju renda 
berkain biru).

Nasibmu sudah lumayan.
Dari babu dari selir kepala jawatan.
Apalagi?
Nikah padaku merusak keberuntungan.
Masa depanku terang repot.
Sebagai copet nasibku untung-untungan.
Ini bukan ngesah.
Tapi aku memang bukan bapak yang baik
untuk bayi yang lagi kau kandung.

(Lelawa terbang berkejaran
tandanya hari jadi sore. 
Mentari nggeloyor muntah di laut 
mabuk napas orang Jakarta. 
O, angin. 
O, abang. 
Sarapku sudah  gemetar 
menanti lidahmu
‘njilati tubuhku)

Cintamu padaku tak pernah kusangsikan.
Tapi cinta cuma nomor dua.
Nomor satu carilah keselametan.
Hati kita mesti ikhlas
berjuang untuk masa depan anakmu.
Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu.
Kuraslah hartanya.
Supaya hidupmu nanti sentosa.
Sebagai kepala jawatan lelakimu normal
suka disogok dan suka korupsi.
Bila ia ganti kau tipu
itu sudah jamaknya.
Maling menipu maling itu biasa.
Lagi pula
di masyarakat maling kehormatan cuma gincu.
Yang utama kelicinan.
Nomor dua keberanian.
Nomor tiga keuletan.
Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta.
Inilah ilmu hidup masyarakat maling.
Jadi janganlah ragu-ragu.
Rakyat kecil tak bisa ngalah melulu.

(Lelawa terbang berkejaran
tandanya hari jadi sore.  
Hari ini kamu mesti kulewatkan 
kerna lelakiku telah tiba. 
Malam ini 
badut yang tolol bakal main acrobat 
di dalam ranjangku).

Usahakan selalu menanjak kedudukanmu.
Usahakan kenal satu menteri
dan usahakan jadi selirnya.
Sambil jadi selir menteri
tetaplah jadi selir lelaki yang lama.
Kalau ia menolak kau rangkap
sebagaimana ia telah merangkapmu dengan isterinya
itu berarti ia tak tahu diri.
Lalu depak saja dia.
Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan
asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya.
Ini selalu menarik seorang menteri.
Ngomongmu ngawur tak jadi apa
asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan.
Kerna begitulah cermin seorang menteri.

(Lelawa terbang berkejaran
tandanya hari jadi sore. 
Kenanganku melayang ke saat  itu 
di tengah asyik nonton pawai 
kau meremas pantatku 
demikianlah kita lalu berkenalan 
ialah setelah kutendang kakimu. 
Dan sekarang setiap sore 
bagaikan pisang yang ranum
aku rindu tanganmu  
untuk mengupasku)

Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti.
Siang malam jagalah ia.
Kemungkinan besar dia lelaki.
Ajarlah berkelahi
dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang.
Jangan boleh menilai orang dari wataknya.
Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan.
Kawan bisa baik sementara.
Sedang lawan selamanya jahat nilainya.
Ia harus diganyang sampai sirna.
Inilah hakikat ilmu selamat.
Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi.
Jangan boleh ia nanti jadi propesor atau guru
itu celaka, uangnya tak ada.
Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara
supaya tak usah beli beras
kerna dapat dari negara.
Dan dengan pakaian seragam
dinas atau tak dinas
haknya selalu utama.
Bila ia nanti fasih merayu seperti kamu
dan wataknya licik seperti saya–nah!
Ini kombinasi sempurna.
Artinya ia berbakat masuk politik.
Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen.
Atau bahkan jadi menteri.
Paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta.

(Lelawa terbang berkejaran
tandanya hari jadi sore. 
Oplet-oplet memasang lampu.   .
Perempuan-perempuan memasang gincu.
 Dan, abang, pesankan  padaku 
 di mana kita bakal ketemu).


***
Gimana? Hehehe

1 comment:

Kalo mau komen pake bahasa yang santun dan sopan ya saudara-saudari!