Saturday, October 5, 2013

Tembok

Tembok yang kubangun lebih kokoh daripada sebelumnya. Aku ingat, waktu itu aku lupa memberi perekat di setiap bata yang kususun sehingga setiap kau datang tembok tinggi yang sudah kususun itu langsung jatuh dan berantakan. Kemarin yang lebih parah, tembok tinggi yang sudah kususn lagi langsung rubuh hanya dengan satu tangkai bunga matahari.

Tapi kali ini aku sudah temukan semen yang terbaik yang aku dapatkan dari tukang bangunan yang tidak sengaja aku temui di depan pasar, ketika ia sedang ingin memugar gapura taman kanak-kanakku. Namanya Samiduy, laki-laki paruh baya yang tak sengaja aku temui pagi itu. Ketika itu aku sedang asik membeli susu di halaman depan taman kanak-kanak itu, persis di depan pasar dan tanpa kusadari motorku menghalangi laju motor Pak Sam yang mau masuk ke pekarangan taman kanak-kanak itu. Klakson motor Pak Sam mengagetkanku sehingga memancing emosiku. Namun setelah ku lihat perawakan lelaki itu, aku menahan amarahku dan membalas klaksonnya dengan senyum dan meminta maaf padanya karena telah menghalangi jalannya. Sikapku dibalas lunak olehnya, ia juga melemparkan senyum dan juga meminta maaf karena telah mengagetkanku.

Seharusnya waktu itu, pukul delapan pagi, para pekerja sudah harus bekerja termasuk Pak Sam. Tapi baru tiga pekerja yang datang, sementara mandor yang memberikan tugas belum datang sehingga aku banyak ngobrol dengan Pak Sam. Aku ngobrol banyak tentang apa saja yang terlintas di otakku dan di otaknya juga. Kebanyakan hal-hal remeh dan tidak penting bagiku, tapi menurutnya itu sangat penting. Hingga percakapan kami berhenti ketika mandor yang memberikan tugas pada Pak Sam datang dan menyuruhnya untuk bekerja.

Susuku juga sudah habis, sehingga aku sekalian pamit. Tapi Pak Sam menyuruhku untuk menunggu, ia ingin mengambil sesuatu dan memberikannya padaku. Ketika kutanya apa yang akan ia berikan, ia tak menjawab apa-apa dan berlari ke arah dalam TK itu. Tidak lama, tubuhnya yang renta tergopoh-gopoh menghampiriku, dan memberikan sekantong plastik semen.

"Untuk apa semen ini pak?"
"Untuk apapun, nak"

***

Lima belas menit kemudian aku pulang, lalu kubangun lagi tembok tinggi yang tiap kau datang selalu rubuh itu. Tembok itu kubangun tinggi supaya kau tak bisa melihat rumahku lagi. Kau tak perlu lagi repot-repot khawatir pada apapun yang aku lakukan di dalam rumahku ini. Karena semakin kau begitu, semakin kulupakan coretan-coretan di dinding luar yang pernah ku tulis besar-besar: AKU BERJANJI UNTUK... ah lupa.

Kali ini temboknya sudah kuat. Biar angin seribu knot pun tak akan mampu merobohkannya. Kupilih batu terbaik dan sebagai perekatnya kupakai semen pemberian Pak Sam. Ada beberapa jendela satu arah yang kupasang di tembok itu, supaya aku bisa tetap melihat apa yang terjadi di luar sana namun tidak ada yang bisa mengintip apa yang terjadi di dalam sini.

Tembok yang kubangun lebih kokoh daripada sebelumnya.
Di luar tembok, aku coret besar-besar: HARAP MAKLUM.
 
***

No comments:

Post a Comment

Kalo mau komen pake bahasa yang santun dan sopan ya saudara-saudari!