Wednesday, May 22, 2013

Review Pergelaran Tari "Luka" (Avie Rajanti Putri)

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI khususnya Program Studi Sastra Inggris memiliki sebuah mata kuliah wajib yang dulunya bernama Kajian Drama Sebagai Teater. Gue beberapa kali pernah ikut membantu produksi mahasiswa-mahasiswa yang ambil kuliah KDST, walaupun bukan sebagai mahasiswa yang pernah ikut ambil mata kuliah tersebut. Hal itu karena dosen KDST, Iswahyudhi Soenarto atau akrab dipanggil Mas Yudhi merupakan ketua geng Teater Sastra UI meminta agar beberapa anggota Teater Sastra membantu produksi KDST.

Tahun ini, KDST berubah nama menjadi Kajian Budaya Pertunjukan -sesuai dengan pidato pembuka Mas Yudhi sebelum pergelaran tari Luka. Perubahan ini mungkin saja dikarenakan agar mahasiswa tidak melulu menjadikan teater verbal sebagai satu-satunya produk akhir KDST. Oleh karena itu dengan perubahan nama ini, pergelaran tari "Luka", yang oleh Mas Yudhi juga disebut teater-gerak-non-verbal bisa tetap dipentaskan.

***

Gue memang udah niat banget dari semingguan yang lalu buat jaga kesehatan supaya tetep fit. Masalahnya, dalam dua minggu ini ada lima acara Pertunjukan seni yang dipentaskan di FIB UI. Pertama, pementasan Teater Agora (15/5); kedua pergelaran tari Narthanna Budaya (17/5); ketiga pementasan Teater Pagupon (20/5); keempat pergelaran tari Luka (22/5); kelima pementasan English Art Lab (23/5). Selain jaga kesehatan badan, gue juga harus pinter-pinter jaga kesehatan keuangan, men. Masalahnya dalam dua minggu itu, duit Rp 80.000,- sudah melayang begitu saja. Fufufu~ Oke gapapa. Nah, sekarang nih gue mau review Pergelaran Tari Luka yang dipentaskan sebagai hasil akhir mahasiswa-mahasiswa kelas KBP (Kajian Budaya Pertunjukan).

Gue masuk Auditorium sekitar jam empat lewat, karena gue lupa persisnya gara-gara ga liat jam. Kali ini, gue masuk bareng Etep, sahabat seangkatan gue dari mahasiswa. Kami berdua emang ngefans banget sih sama Avie, sutradara pergelaran tari Luka ini sebelum-sebelum pertunjukan ini diadain. Nah, sedikit kasih info tentang pergelarana ini, pergelaran tari ini termasuk dalam rangkaian EAL Arts Festival 2013: Sulap Sastra dan pergelaran tari ini gratis alias tanpa biaya. Pas masuk, gue liat Auditorium cukup ramai mungkin karena ga dipungut biaya atau juga karena banyak temen-temen yang ingin support dan nonton Avi atau penampil yang lainnya. Cuma sayang banget, ga ada semacam guide book tentang pergelaran tari ini (kan gue mau tau siapa tim produksinya bla-bla-bla).

Tata panggung sangat sepi. Tidak ada layar dan level. Benar-benar hanya panggung kosong tanpa properti berat apapun kecuali gantungan dedaunan plastik di atas panggung dan properti ringan lain. Tata lampu cukup sederhana, hanya beberapa lampu par 36 ditambah dengan lampu follow spot berwarna putih. Jika gue bandingin tata lampu pergelaran tari ini dengan pergelaran tari Narthanna Budaya sepekan sebelumnya, memang ibarat langit dan bumi. Di pergelaran tari Narthanna Budaya, permainan lampu sangat atraktif karena ditambah banyak lampu-kepala-goyang (Moving Head). Pergelaran Narthanna Budaya kemaren tuh kalo masalah permainan tata lampu bisa gue bilang yang paling juara!

Untuk masalah tata musik, gue bilang tata musik di pergelaran tari Luka ini sangat-sangat-sangat disiplin dan bermain dengan rapi. Gak kedengeran berlebihan dan kekurangan. Pas banget buat mengisi nuansa dan rasa pementasan. Gua acungi jempol buat Joni sama Rian yang udah jadi konduktor pemusik yang apik. Cuma sayang aja sih, speaker untuk musik suka timbul tenggelam. Maksudnya, kadang speaker kanan nyala yang kiri mati. Kiri nyala, kanan yang mati. Cuma kekurangan teknis itu ga mempengaruhi pementasan secara keseluruhan.

Nah, mulai deh kita review buat pergelarannya. Pergelaran Luka ini mengambil kisah Bawang Putih dan Bawang Merah. Semua tarian merupakan bagian-bagian yang menceritakan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah, dengan alur yang diceritakan oleh seorang narator gaib. Selama pergelaran berlangsung beberapa scene di dominasi oleh tarian Avie (yaiyalah jagoannyah...) sebagai Bawang Putih dan Manda sebagai bawang merah. Beberapa scene juga memperkenalkan beberapa tokoh seperti teman-teman Bawang Merah, teman-teman Bawang Putih, Peri Hutan dan Binatang-binatang serta Ibu pemberi Hadiah. Pergelaran tari ini hampir tidak mengeluarkan suara sama sekali kecuali teriakan dan tawa. Yang paling menarik dari pertunjukan ini adalah para penari tidak sekedar memainkan gerak tubuhnya, namun mereka juga menunjukkan emosi gerakannya dengan ekspresi muka. Avie misalnya, bisa memainkan mimik yang sangat kontras ketika ia kesakitan, ketakutan, sedih, marah, dendam, dsb. Beberapa ekspresi-ekspresi Avie bikin gue merinding sih. Lalu Manda yang jadi Bawang Merah, walaupun gerakannya masih keliatan ragu-ragu di beberapa kesempatan, bentuk muka dan make-up nya sangat-sangat membantu dia untuk memainkan tokoh antagonis di pertunjukan kali ini. Ekspresi-ekspresi itu yang membuat tiap gerakan bernyawa dan ga cuma buang-buang gerakan doang. Naik turunnya emosi kisah cerita dan para penari juga sangat dibantu dengan permainan tata lampu yang smooth dan musik. Jago.

Scene yang paling menyenangkan sekali ya scene peri hutan dan binatang-binatang. Walaupun gerakan tariannya sangat sederhana dan masih belom terlalu kompak, keceriaan yang dibagikan untuk penonton sudah sangat sampai. Tapi tetap, scene terfavorit saya adalah ketika Avie buta dan saya dengan detail memperhatikan jari-jari kaki Avie setiap dia bergerak. Luar biasa! Kayak ngeliat kelingking-kelingking lagi jalan-jalan kecil. *duh gimana ya bahasa enaknya...* Alhasil, pertunjukan yang cukup sebentar tersebut tetap mengasyikkan dan gue bisa nikmatin. Benar-benar bikin nambah kagum sama Avie dkk.

Hmm, Segitu dulu aja deh review-nya. Sukses Avie dkk. Ditunggu lagi pergelaran tari selanjutnya.

*Cheers*

Nih posternya nih.. dari @englishartlab

Baru mulai nih..

Para temen bawang putih yang nyimpen lipstik di lipetan BH.


Rule 1: Bawang Putih, kalo bobo harus tetep cakep.
Dadaaaah!

No comments:

Post a Comment

Kalo mau komen pake bahasa yang santun dan sopan ya saudara-saudari!